1.Definisi Anastetik
Istilah anestetik dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit.
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Anastetik adalah Sebuah substansi yang menyebabkan kurangnya perasaan atau kesadaran. Hilangnya penyebab bius lokal rasa di bagian tubuh. Sebuah anestesi umum menempatkan orang untuk tidur.
2.Tipe anastetik
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestetik. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri.
Beberapa jenis anestetik menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Anestetik dibedakan menjadi 2 tipe yaitu:
- Anestetik umum /Pembiusan total — penghilang rasa sakit yang disertai hilangnya kesadaran total.
- Anestetik lokal /Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh) tanpa disertai hilangnya kesadaran.
A.Anastetik Umum dan Mekanisme Kerjanya
1.Definisi
Anestetik umum /Pembiusan total adalah penghilang rasa sakit yang disertai hilangnya kesadaran total.
Anestesi umum atau bius total adalah anestesi yang biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang. Misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lainnya.
Caranya, memasukkan obat-obatan bius baik secara inhalasi (pernafasan) maupun intravena (pembuluh darah vena) beberapa menit sebelum pasien dioperasi. Obat-obatan ini akan bekerja menghambat hantaran listrik ke otak sehingga sel otak tak bisa menyimpan memori atau mengenali impuls nyeri di area tubuh manapun, dan membuat pasien dalam kondisi tak sadar (loss of consciousness).
2.Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja obat anestesi umum sampai sekarang belum jelas, meskipun mekanisme kerja susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer mengalami banyak kemajuan pesat, maka timbullah berbagai teori. Beberapa teori yang dikemukan adalah
v teori koloid
o zat anestesi akan menggumpalkan sel koloid yang menimbulkan anestesi yang bersifat reversibel diikuti dengan proses pemulihan. Christiansen (1965) membuktikan bahwa pemberian eter dan halotan akan menghambat gerakan dan aliran protoplasma dalam amuba
v teori lipid
o Ada hubungan kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anestesi. Makin tinggi klerutan dalam lemak makin kuat sifat anestestetiknya. Teori ini cocok untk obat anestetik yang larut dalam lemak
v teori adsorpsi dan tegangan permukaan
o Pengumpulan zat anestesi pada permukaan sel menyebabkan proses metabolisma
o dan transmisi neural terganggu sehingga timbul anestesi.
v teori biokimia
o pemberiaan zat anestesi invitro menghambat pengambilan oksigen di otak dengan cara menghambat sistem fosforilasi oksidatif. Akan tetapi hal ini mungkin hanya menyertai anestesi bukan penyebab anestesi.
v teori neurofisiologi
o pemberian zat anestesi akan menurunkan transmisi sinaps di ganglion cervicalis superior dan menghambat formatio retikularis asenden untuk berfungsi mempertahankan kesadaran.
v teori fisika
o zat anestesi dengan air di dalam susunan saraf pusat dapat membentuk mikrokristal sehingga menggangu fungsi sel otak.
Semua zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-mula fungsi yang kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula oblongata yang mengandung pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital. Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter menjadi 4 stadia:
- Stadium I (analgesia) yaitu stadia mulai dari saat pemberian zat anestesi hingga hilangnya kesadaran. Pada stadia ini penderita masih bisa mengikuti perintah tetapi rasa sakit sudah hilang
- Stadium II (delirium/eksitasi) yaitu hilangnya kesadaran hingga permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, seperti tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, gerakan pernafasan yang tak teratur, takikardia, hipertensi hingga terjadinya kematian, sehingga harus segera dilewati
- Stadium III yaitu stadia sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga hilangnya pernafasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah. Stadia ini dibagi lagi menjadi 4 tingkat yaitu
- Tingkat I : pernafasn teratur, spontan, gerakan bola mata tak teratur, miosis, pernafasan dada dan perut seimbang. Belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna
- Tingkat II : pernafasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan tingkat I, bola mata tak bergerak, pupil melebar, relaksasi otot sedang, refleks laring hilang.
- Tingkat III: pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada karena otot interkostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih lebar tetatpi belum maksimal
- Tingkat IV: pernafasan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya menghilang.
- Stadium IV (Paralisis mediula oblongata) yaitu stadium dimulai dengan melemahnya pernafasan perut dibanding stadoium III tingkat 4, tekanan darah tak terukur, jantung berhenti berdenyut dan akhirnya penderita meninggal.
Sebelum diberikan zat anestesi pada pasien diberikan medikasi preanestesi dengan tujuan untuk mengurangi kecemasan, memperlancar induksi, merngurangi keadaan gawat anestesi, mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardia dan muntah sesudah atau selama anestesia. Untuk tindakan ini dapat digunakan :
- analgesia narkotik untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan, mengurangi rasa sakit dan menghindari takipneu. Misalnya morfin atau derivatnya misalnya oksimorfin dan fentanil
- barbiturat biasanya diguankan untuk menimbulkan sedasi. Misalnya pentobarbital dan sekobarbital.
- Antikolinergik untuk menghindari hipersekresi bronkus dan kelenjar liur terutama pada anestesi inhalasi. Obat yang dapat digunakan misalnya sulfas atropin dan skopolamin.
- Obat penenang digunakan untuk efek sedasi, antiaritmia, antihistamin dan enti emetik. Misalnya prometazin, triflupromazin dan droperidol
Efek samping anestesi umum yang dapat terjadi adalah depresi miokardium dan hipotensi (anestesi inhalasi), depresi nafas (terutama anestesi inhalasi), gangguan fungsi hati ringan, gangguan fungsi ginjal, hipotermia dan menggigil pasca operasi, batuk dan spasme laring serta delirium selama masa pemulihan.
B.Anastetik lokal dan mekanisme kerja
1.Definisi
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah Adalah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran.
Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, perawatan kecantikan seperti sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi geraham terakhir atau gigi berlubang, mengangkat mata ikan, hingga merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan.
Anestesi lokal merupakan tindakan memanfaatkan obat bius yang cara kerjanya hanya menghilangkan rasa di area tertentu yang akan dilakukan tindakan. Caranya, menginjeksikan obat-obatan anestesi tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau jahitan. Obat-obatan yang diinjeksikan ini lalu bekerja memblokade saraf-saraf tepi yang ada di area sekitar injeksi sehingga tidak mengirimkan impuls nyeri ke otak.
Ada 2 golongan anestetik lokal
1. Golongan ester
kokain, benzokain, ametocaine, prokain, tetrakain, kloroprokain
2. Golongan amida
lidokain, mepivacain, prilocain,buvipacain, etidocain, dibucain,
rovipacain, levobuvipacain
Golongan obat yang paling banyak digunakan di indonesia adalah lidocain
Dan bupivacain
2.Mekanisme kerja
Obat bekerja pada reseptor pesifik pada saluran natrium yang mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kaliunm sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilny tak terjadi konduksi saraf .Potensi obat tergantung kepada tingkat kelarutannya di dalam lemak, makinLarut makin poten. Mula kerja dipengaruhi oleh konstanta disosiasi sedangkanLama kerjanya dipengaruhi oleh ikatannya dengan protein.
Konsentrasi minimal anestetik lokal dipengaruhi oleh :
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. Ph (asidosis menghambat blokade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf
Mula kerja tergantung kepada beberapa faktor:
1. Konstanta disosiasi mendekati ph fisiologis sehingga konsentrasi bagian
tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf sehingga
menghasilkan mula kerja cepat.
2. Alkalinisasi anestetik lokal membuat mula kerja cepat.
3. Konsentrasi obat anestetik lokal.
Lama kerja dipengaruhi oleh :
1. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetik lokal adalah protein
2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi.
3. Dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.
1. Golongan ester
kokain, benzokain, ametocaine, prokain, tetrakain, kloroprokain
2. Golongan amida
lidokain, mepivacain, prilocain,buvipacain, etidocain, dibucain,
rovipacain, levobuvipacain
Golongan obat yang paling banyak digunakan di indonesia adalah lidocain
Dan bupivacain
2.Mekanisme kerja
Obat bekerja pada reseptor pesifik pada saluran natrium yang mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kaliunm sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilny tak terjadi konduksi saraf .Potensi obat tergantung kepada tingkat kelarutannya di dalam lemak, makinLarut makin poten. Mula kerja dipengaruhi oleh konstanta disosiasi sedangkanLama kerjanya dipengaruhi oleh ikatannya dengan protein.
Konsentrasi minimal anestetik lokal dipengaruhi oleh :
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. Ph (asidosis menghambat blokade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf
Mula kerja tergantung kepada beberapa faktor:
1. Konstanta disosiasi mendekati ph fisiologis sehingga konsentrasi bagian
tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf sehingga
menghasilkan mula kerja cepat.
2. Alkalinisasi anestetik lokal membuat mula kerja cepat.
3. Konsentrasi obat anestetik lokal.
Lama kerja dipengaruhi oleh :
1. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetik lokal adalah protein
2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi.
3. Dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.
Absorpsi sistemik dipengaruhi oleh :
1. Ramainya vaskularisasi di tempat tersebut. Absorpsi intravena>trakeal>interkostal>
kaudal>paraservikal>epidural>pleksus brakialis>skiatik>subkutan.
2. Penambahan vasokonstriktor --> absorpsi melambat
3. Karakteristik obat --> yang terikat kuat pada jaringan di absorpsi lambat
Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ dan ditentukan oleh:
1. Perfusi jaringan
2. Koefisien partisi jaringan
3. Massa jaringan (otot)
Metabolisme dan ekskresi
1. Golongan ester dimetabolisme oleh enzim pseudokolinesterase, diekskresi lewat urin
2. Golongan amida dimetabolisme terutama oleh enzim mikrosomal hati,metabolismenya
lebih lambat dibanding golongan ester. Ekskresi lewat urin.
Golongan ester sering menimbulkan alergi karena mengandung paba.
Bersifat miotoksik (bupivakain>lidocain>prokain)
Anestetik lokal yang ideal bersifat :
1. Poten dan bersifat sementara (reversibel)
2. Tidak menimbulkan reaksi lokal, sistemik atau alergik
3. Mula kerja cepat dengan durasi memuaskan.
4. Stabil dan dapat disterilkan.
5. Harganya murah.
1. Ramainya vaskularisasi di tempat tersebut. Absorpsi intravena>trakeal>interkostal>
kaudal>paraservikal>epidural>pleksus brakialis>skiatik>subkutan.
2. Penambahan vasokonstriktor --> absorpsi melambat
3. Karakteristik obat --> yang terikat kuat pada jaringan di absorpsi lambat
Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ dan ditentukan oleh:
1. Perfusi jaringan
2. Koefisien partisi jaringan
3. Massa jaringan (otot)
Metabolisme dan ekskresi
1. Golongan ester dimetabolisme oleh enzim pseudokolinesterase, diekskresi lewat urin
2. Golongan amida dimetabolisme terutama oleh enzim mikrosomal hati,metabolismenya
lebih lambat dibanding golongan ester. Ekskresi lewat urin.
Golongan ester sering menimbulkan alergi karena mengandung paba.
Bersifat miotoksik (bupivakain>lidocain>prokain)
Anestetik lokal yang ideal bersifat :
1. Poten dan bersifat sementara (reversibel)
2. Tidak menimbulkan reaksi lokal, sistemik atau alergik
3. Mula kerja cepat dengan durasi memuaskan.
4. Stabil dan dapat disterilkan.
5. Harganya murah.
Toksisitas tergantung kepada :
1. Jumlah larutan yang disuntikkan
2. Konsentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikan
5. Absorpsi obat
6. Laju dekstruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10.berat badan
1. Jumlah larutan yang disuntikkan
2. Konsentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikan
5. Absorpsi obat
6. Laju dekstruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10.berat badan
3.Anestesiologis dengan empat rangkaian kegiatan
Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.
Empat rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:
- Mempertahankan jalan napas
- Memberi napas bantu
- Membantu kompresi jantung bila berhenti
- Membantu peredaran darah
- Mempertahankan kerja otak pasien.
4.Penggunaan obat-obatan dalam anestesi
Kebutuhan dan cara kerja anestesi beranekaragam. Anestesi juga memiliki cara penggunaan yang berbeda sesuai kebutuhannya. Tak hanya cara disuntikkan saja, tetapi juga dihirup melalui alat bantu nafas. Beberapa cara penggunaan anestesi ini di antaranya:
A. Melalui Pernafasan
Beberapa obat anestesi berupa gas seperti isoflurane dan nitrous oxide, dapat dimasukkan melalui pernafasan atau secara inhalasi. Gas-gas ini mempengaruhi kerja susunan saraf pusat di otak, otot jantung, serta paru-paru sehingga bersama-sama menciptakan kondisi tak sadar pada pasien.
Penggunaan bius jenis inhalasi ini lebih ditujukan untuk pasien operasi besar yang belum diketahui berapa lama tindakan operasi diperlukan. Sehingga, perlu dipastikan pasien tetap dalam kondisi tak sadar selama operasi dilakukan.
B. Injeksi Intravena
Sedangkan obat ketamine, thiopetal, opioids (fentanyl, sufentanil) dan propofol adalah obat-obatan yang biasanya dimasukkan ke aliran vena. Obat-obatan ini menimbulkan efek menghilangkan nyeri, mematikan rasa secara menyeluruh, dan membuat depresi pernafasan sehingga membuat pasien tak sadarkan diri. Masa bekerjanya cukup lama dan akan ditambahkan bila ternyata lamanya operasi perlu ditambah.
C. Injeksi Pada Spinal/ Epidural
Obat-obatan jenis iodocaine dan bupivacaine yang sifatnya lokal dapat diinjeksikan dalam ruang spinal (rongga tulang belakang) maupun epidural untuk menghasilkan efek mati rasa pada paruh tubuh tertentu. Misalnya, dari pusat ke bawah.
Beda dari injeksi epidural dan spinal adalah pada teknik injeksi. Pada epidural, injeksi dapat dipertahankan dengan meninggalkan selang kecil untuk menambah obat anestesi jika diperlukan perpanjangan waktu tindakan. Sedang pada spinal membutuhkan jarum lebih panjang dan hanya bisa dilakukan dalam sekali injeksi untuk sekitar 2 jam ke depan.
D. Injeksi Lokal
Menggunakan obat bius memang sudah merupakan kebutuhan Iodocaine dan bupivacaine juga dapat di injeksi di bawah lapisan kulit untuk menghasilkan efek mati rasa di area lokal. Dengan cara kerja memblokade impuls saraf dan sensasi nyeri dari saraf tepi sehingga kulit akan terasa kebas dan mati rasa.
5.Macam- Macam Obat Anastetik
Bermacam obat bius yang digunakan dalam anestesi saat ini seperti:
- Thiopental (pertama kali digunakan pada tahun 1934)
- Benzodiazepine Intravena
- Propofol (2,6-di-isopropyl-phenol)
- Etomidate (suatu derifat imidazole)
- Ketamine (suatu derifat piperidine, dikenal juga sebagai 'Debu Malaikat'/'PCP' (phencyclidine)
- Halothane (d 1951 Charles W. Suckling, 1956 James Raventos)
- Enflurane (d 1963 u 1972), isoflurane (d 1965 u 1971), desflurane, sevoflurane
- Opioid-opioid sintetik baru - fentanyl (d 1960 Paul Janssen), alfentanil, sufentanil (1981), remifentanil, meperidine
- Neurosteroid
A.Obat-Obat anastetik lokal:
· Lidokain (lignocain,xylocain,lidonest)
Konsentrasi efektif minimal 0,25%
Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik
Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan
Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer
0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi
0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik
1,0% untuk blok sensorik dan motorik
2,0% untuk blok motorik pasien berotot
4,0% atau 10% untuk topikal semprot
5,0% bentuk jeli untuk dioleskan pada pipa trakea
5,0% lidokain + 5,0% prilokain untuk topikal kulit
5,0% hiperbarik untuk analgesia intratekal
Konsentrasi efektif minimal 0,25%
Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik
Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan
Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer
0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi
0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik
1,0% untuk blok sensorik dan motorik
2,0% untuk blok motorik pasien berotot
4,0% atau 10% untuk topikal semprot
5,0% bentuk jeli untuk dioleskan pada pipa trakea
5,0% lidokain + 5,0% prilokain untuk topikal kulit
5,0% hiperbarik untuk analgesia intratekal
- Bupivakain(Marcain)
Konsentrasi efektif minimal 0,125%
Mula kerja lebih lambat dari lidokain tapi lama kerja dapat mencapai 8jam
Kadar puncak dalam plasma tercapai dalam 45 menit
Untuk anestesia spinal 0,5% volum antara 2-4ml iso atau hiperbarik
Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%
- EMLA (eutectic mixture of local anesthetic)
Campuran lidocain 5% dan prilocain 5%. Dioleskan pada kulit intake 1-2 jam
Sebelum tindakan invasif ringan. Tidak dianjurkan untuk mukosa dan kulit terbuka
B.Obat-Obat Anestetik Umum
Obat-obat anestesi umum yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi:
1. kelompok inhalasi (gas) : Nitrous oksida (N2O), siklopropan, eter, enfluran, isofluran, halaotan, metoksifluran, trikoretilen, etil klorida, fluroksen
- anestesi parenteral (injeksi) dibagi menjadi beberapa golongan yaitu
- Barbiturat, bekerja dengan blokade sistem stimulus di formasio retikularis sehingga kesadaran akan hilang. Efek samping yang dapat terjadi adalah depresi pusat nafas dan menurunnya kontraktilitas otot jantung. Contoh obatnya adalah natrium tiopental, ketamin
- Droperidol dan Fentanil digunakan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik dan anestesia neuroleptik (bila digunakan bersama N2O)
- Diazepam, obat ini menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesia sehingga harus dikombinasi dengan obat-obat analgesia.
- Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi tetapi tidak berefek analgesia. Etomidat hanya menimbulkan efek minimal terhadap sistem kardiovaskular dan pernafasan. Efek anestesinya berlangsung segera, dalam waktu 1 menit pasien sudah tidak sadar.
6.Gejala Siuman (awareness)
Sering terjadi pasien ternyata dapat merasa dan sadar dari pengaruh bius akibat obat pembius yang tidak bekerja dengan efektif. Secara statistik, Dr. Peter Sebel, ahli anestesi dari Universitas Emory yang dikutip Time terbitan 3 November 1997 mengungkapkan bahwa dari 20 juta pasien yang dioperasi setiap tahunnya di Amerika Serikat, 40.000 orang mengalami gejala siuman tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, dalam pertemuan tahunan sekitar bulan Oktober 1997, Persatuan Dokter Ahli Anestesi Amerika ditawari suatu alat yang disebut Bispectral Index Monitor yang akan memberi peringatan bahwa pasien yang sedang dioperasi mengalami gejala siuman atau menjelang "bangun dari tidurnya".Penemu alat tersebut adalah Dr. Nassib Chamoun, seorang dokter ahli saraf (neurologist) asal Yordania. Dengan menggunakan prinsip kerja dari alat yang sudah ada, yaitu piranti yang disebut EEG (Electroencephalography). Alat yang ditemukan Dr. Chamoun itu mampu memonitor potensi listrik yang ditimbulkan oleh aktivitas "jaringan otak manusia".
Alat ini dapat menunjukkan derajat kondisi siuman pasien yang sedang menjalani suatu pembedahan. Angka "100" menunjukkan pasien dalam keadaan "siuman sepenuhnya". Bila jarum menunjukkan angka "60" berarti pasien dalam kondisi "siap untuk dioperasi". Angka "0" menandakan pasien mengalami "koma yang dalam".
Dengan mengamati derajat siuman dari alat ini, dokter anestesi dapat menambahkan obat pembiusan apabila diperlukan, atau memberikan dosis perawatan kepada pasien yang telah mengalami kondisi ideal untuk dilakukan operasi. Di samping itu, dokter bedah dapat dengan tenang menyelesaikan operasinya sesuai rencana yang telah ditetapkan.
7.Risiko Dan Efek Samping Obat Bius
Menggunakan obat bius memang sudah merupakan kebutuhan untuk tindakan medis tertentu. Sebagaimana penggunaan obat-obatan, anestesi juga memiliki risiko tersendiri. Bius lokal, efek samping biasanya merupakan reaksi alergi. Namun, pada anestesi regional dan umum, Roys menggolongkan efek samping berdasarkan tingkat kejadian.
1. Cukup Sering
Dengan angka kejadian 1 : 100 pasien, prosedur anestesi dapat menyebabkan risiko efek samping berupa mual,muntah, batuk kering, nyeri tenggorokan, pusing, penglihatan kabur, nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, nyeri kepala, nyeri punggung, gatal-gatal, lebam di area injeksi, dan hilang ingatan sementara.
2. Jarang
Pada angka kejadian 1 : 1000 pasien, anestesi dapat berisiko menyebabkan infeksi dada, beser atau sulit kencing, nyeri otot, cedera pada gigi, bibir, dan lidah, perubahan mood atau perilaku, dan mimpi buruk.
3. Sangat Jarang
Risiko yang sangat jarang terjadi dengan angka kejadian 1 : 10.000/ 200.000 pasien, diantaranya dapat menyebabkan cedera mata, alergi obat yang serius, cedera saraf, kelumpuhan, dan kematian.
Efek samping ini bisa permanen jika sampai menyebabkan komplikasi seperti cedera saraf yang menyebabkan kelumpuhan. Atau, pada kasus infeksi dada disertai penyakit jantung, memperbesar risiko komplikasi penyakit jantung
Resistensi Bius
Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang tak mendapatkan efek bius seperti yang diharapkan. Atau, yang kerap disebut resisten terhadap obat bius. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseorang resisten terhadap obat bius di antaranya:
1. Pecandu alkohol
2. Pengguna obat psikotropika seperti morfin, ekstasi dan lainnya
3. Pengguna obat anelgesik
Pada orang-orang tadi telah terjadi peningkatan ambang rangsang terhadap obat bius yang disebabkan efek bahan yang dikonsumsi dan masih beredar dalam tubuhnya.
Agar Obat Bius Optimal Dan Aman
Untuk menghindari terjadinya efek samping dan resistensi terhadap obat bius, sebaiknya pasien benar-benar memastikan kondisi tubuhnya cukup baik untuk menerima anestesi.
1. Menghentikan penggunaan obat anelgetik, paling tidak 1-2 hari sebelum dilakukan prosedur anestesi.
2. Menghentikan konsumsi obat-obatan yang berefek pada saraf pusat seperti morfin, barbiturat, amfetamin dan lainnya,paling tidak 1-3 hari sebelum anestesi dilakukan.
3. Berhenti mengonsumsi alkohol paling tidak 2 minggu sebelum penggunaan anestesi,
4. Berhenti merokok setidaknya 2 minggu sebelum anestesi dilakukan
mnatep gan
BalasHapussalam kenal gan
BalasHapusmantep
BalasHapus