Rabu, 08 Juni 2011

askep hipertensi


HIPERTENSI

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hipertensi atau sering disebut penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana pembuluh darah kehilangan elastisitas (yang disebabkan salah satunya adalah oleh kondisi pembuluh darah yang sudah tua, kaku dan rapuh), sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pembuluh nadi atau arteri yang melebihi nilai ambang batas normal. Menurut World Health Organization (WHO), seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila tekanan darahnya lebih dari 14/90 mmHg. (Soeparman,1993)
Dahulu World Health Organization (WHO) membatasi hipertensi pada tekanan sistolik 160 dan atau tekanan diastolik 95 mmHg, tetapi batasan ini diperketat menjadi 140/90 mmHg oleh joint National Committeeof Hypertension di Amerika. (www.google.com.2008) 

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1.      Hipertensi Primer atau esensial
Hipertensi primer merupakan hipertensi 95% yang belum diketahui penyebabnya secara pasti.karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensi esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko timbulnya hipertensi yaitu :
a)      Faktor keturunan
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, di dapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi di dapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.
b)      Faktor lingkungan
Faktor lingkungan seperti stress, kegemukan (obesitas) dan kurang olahraga juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan hipertensi, diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.  Walaupu hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan dipedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.

2.      Hipertensi Sekunder atau non esensial
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang 5% dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, gangguan anak ginjal. Jika penderita hipertensi sekunder diketahui, sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB)




3. Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa
Kategori
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah diastolik
Normal
Dibawah 130 mmHg
Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi
130 – 139 mmHg
85 – 89 mmHg
Stadium I
(hipertensi ringan)
140 – 159 mmHg
90 – 99 mmHg
Stadium II
(hipertensi sedang)
160 – 179 mmHg
100 – 109 mmHg
Stadium III
(hipertensi berat)
180 – 209 mmHg
110 – 119 mmHg
Stadium 4
(hipertensi maligna)
210 mmHg atau lebih
120 mmHg atau lebih
Sumber: (www.google.com.2008) 

a)   Hipertensi ringan : tergolong dalam kelompok ini adalah mereka yang menunjukkan tekanan sistolik antara 140-159 mmHg dan tekanan diastolik antara 90-99 mmHg.
b)   Hipertensi sedang : mereka yang mempunyai tekanan darah sistolik antara 160-179 mmHg dan tekanan diastolic antara 100-109 mmHg.
c)   Hipertensi berat : dalam kelompok ini tergolong mereka yang menunjukkan tekanan sistolik antara 180-209 mmHg dan tekanan diastolic antara 110-119 mmHg.
d)   Hipertensi maligna : hipertensi yang sangat parah, yang apabila tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam 3-6 bulan, hipertensi ini jarang terjadi hanya 1 dari 200 orang yang menderita hipertensi.

4. Manifestasi Klinis
Peningkatan tekanan darah merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul setelah kejadian komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing atau migren sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi esensial.
Pada survey hipertensi di Indonesia (www.google.com.2008) tercatat gejala-gejala sebagai berikut :
a)      Pusing
b)      Mudah marah
c)      Telinga berdenging
d)     Mimisan (jarang)
e)      Sukar tidur
f)       Sesak nafas
g)      Rasa berat di tengkuk
h)      Mudah lelah
i)        Mata berkunang-kunang
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah :
a)      Gangguan penglihatan
b)      Gangguan saraf
c)      Gagal jantung
d)     Gangguan fungsi ginjal
e)      Gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma.

Pada penelitian yang dilakukan Gani dkk (2001), di Sumatera Selatan gejala hipertensi yang sering dijumpai seperti pusing, cepat marah, dan telinga berdenging, selain gejala lain seperti mimisan, sukar tidur dan sesak napas. (Suyono, 2001).
Menurut laporan harmaji dkk (2001), yang juga mendapatkan keluhan pusing, rasa berat ditengkuk dan sukar tidur merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada penderita hipertensi. Rasa cepat lelah dan cepat marah juga banyak dijumpai sedangkan mimisan jarang ditemukan. Sugiri dkk (2001), melaporkan dalam bahwa rasa berat ditengkuk, sakit kepala, mata berkunang-kunang dan sukar tidur merupakan gejala yang banyak dijumpai.        
6. Pertimbangan Gerontologis
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer

7. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul pada penderita hipertensi yaitu : organ yang paling sering menjadi target kerusakan akibat hipertensi adalah  pada mata, ginjal, jantung dan otak.
a)      Mata
Komplikasi pada mata dapat menyebabkan retinopati hipertensi yaitu kelainan pembuluh darah retina yang hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan oftalmaskop / funsduskopi, dapat juga menyebabkan gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Retinopati hipertensi ditentukan derajat tinggi dan lamanya tekanan darah dan keadaan arteriol.
b)      Ginjal
      Pada ginjal dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik dan gagal ginjal terminal. Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna yaitu hipertensi yang sangat parah, yang apabila tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam 3 – 6 tahun, hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari 200 orang yang menderita hipertensi.
c)      Jantung
Pada jantung dapat menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK) dan gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat disamping kelainan koroner dan miokard. Hipertensi memegang peranan penting dalam potiogenesa penyakit jantung koroner (PJK). Hipertensi merupakan gangguan mekanisme pengaturan tekanan darah, membawa efek merugikan organ tubuh terutama jantung. Kelainannya bisa berupa angina pectoris, infark miokard, payah jantung dan kematian mendadak. Data dari framinghan dan polling project research group menurunkan angka morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
d)     Pada otak dapat menyebabkan stroke
Hipertensi dapat terjadi perubahan patologik pada pembuluh darah otak sehingga menggangu perfusi darah ke otak dan berakibat kelainan pada jaringan otak. Manifestasi kelainan ini dikenal dengan cerebrovascular desease (CVD) atau stroke.
Hipertensi merupakan faktor risiko utama stroke, mencapai angka 50%. Penderita hipertensi berisiko 6 kelipatan terkena stroke, baik hipertensi sistolik maupun diastolik. Hipertensi dan stroke merupakan dua kondisi klinis yang bisa timbul saling berkaitan dan timbl balik. Hipertensi bisa merupakan faktor risiko stroke. Sebaliknya stroke dapat menyebabkan tekanan darah meningkat yang umumnya terjadi pada fase akut stroke. Keadaan ini disebut reaktif atau sekunder.

8. Diagnosis
a. Pengukuran tekanan darah menggunakan sfigmomanometer akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diaskolik jauh sebelum adanya gejala-gejala penyakit.
b.   Pada wanita yang menderita PIH dijumpai proteinuria.


9. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati hipertensi, dapat dilakukan penurunan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, atau TPR. Intervensi farmakologis dan non farmakologis dapat membantu seseorang mengurangi tekanan darahnya.
a)      Pada sebagian orang, penurunan berat tampaknya mengurangi tekanan darah, mungkin dengan mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup berkurang.
b)      Olah raga, terutama bila disertai penurunan berat, menurunkan tekanan darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin TPR. Olah raga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi timbulnya hipertensi yang terkait-aterosklerosis.
c)      Tehnik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara menghambat respon stres saraf simfatis.
d)     Berhenti merokok penting untuk megurangi efek jangka - panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan tekanan darah ke bagian organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
e)      Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan menyebabkan ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya. Sebagian diuretik (tiazid) tampaknya juga menurunkan TPR.
f)       Penghambatan saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung adan/atau arteri dengan menginterfensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Sebagian penghambat saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos jantung; sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran otot polos vaskuler. Dengan demikian, berbagai penghambat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR.
g)      Penghambatan  enzim pengubah angiotensin II (inhibitor ACE) berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik dengan secara lansung menurunkan TPR, dan karena angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron maupun dengan meningkatkan pengeluaran natrium melalui urine sehingga volume plasma dan curah jantung menurun. Karena enzim pengubah tersebut juga menguraikan vasodilator bradikinin. Maka inhibitor enzim pengubah akan menurunkan tekanan darah dengan memperpanjang efek bradikinin.
h)      Antagonis (penyekat) reseptor-beta, terutama penyakat β1 selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
i)        Antagonis reseptor – alfa menghambat reseptor alfa di otot polos vaskuler yang secara normal berespons terhadap rangsangan simpatis dengan vasokontriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.
j)        Dapat digunakan vasodilator arteriol lansung untuk menurunkan TPR.

B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a)      Aktivitas/Istirahat
Gejala                            Lemah, keletihan, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda                            Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

b)     Sirkulasi
Gejala                            Riwayat hipertensi, aterosklerosis,  penyakit jantung koroner/katup dan penyakit serebrovaskuler.
                                      Episode palpitasi, perpirasi.
Tanda                            Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan untuk menegakkan diadnosa).
                                      Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen obat).

c)      Integritas EGO
Gejala                            Riwayat perubahan kepribadian , ansietas, depresi, euforia, atau marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral).
Tanda                            Letupan suasana hati, gelisa, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak.
                                      Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

d)     Eliminasi
Gejala                            gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi,/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).

e)      Makanan/Cairan
Gejala                            Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol.
                                      Mual, muntah, perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/turun). Riwayat penggunaan diuuretik.
Tanda                            Berat  badan normal atau obesitas.
f)       Neurosensori
Gejala                            Keluhan pening/pusing.
                                      Berdenyut, sakit kepala suboksipinal (terjadi saat bangun dan hilang secara spontan setelah beberapa jam).
                                      Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur), episode epistaksis.
Tanda                            Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir atau memori (ingatan)
                                      Respon motorik: perubahan kekuatan genggaman tangan dan/atau refleks tendon dalam.

g)      Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala                            Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung).
                                                  Nyeri hilang timbul pada tungkai/klauditasi (indikasi arterosklerosis pada arteri ekstremitas bawah).
                                                  Sakit kepala eksipitasi berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
                                                  Nyeri abdomen/massa (feokromositoma).

h)     Pernafasan
Gejala                            Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.
                                      Takipnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal.
                                      Bentuk dengan/tanpa pembentukan sputum. Riwayat merokok.
Tanda                            Distres respirasi/penggunaan otot aksesoris pernafasan. Bunyi nafas tambahan (krakles/mengi).sianosis.

i)        Keamanan
Keluhan/gejala              Gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode  parestesia unilateral trannsien. Hipotensi postural.

j)       Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala                            Faktor-faktor risiko keluarga: hipetrensi arterosklerosis, penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit serebrovaskuler/ginjal.
                                      Faktor-faktor risiko etnik. Penggunaan pil KB atau hormon lain; penggunaan obat/alkohol.
Pertimbangan                DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2 hari.
Rencana pemulangan    Bnatuan dengan pemantauan diri TD. Perubahan dalam terapi obar.
                                     
k)     Prioritas Keperawatan
a)   Mempertahankan/meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
b)   Mencegah komplikasi.
c)   Memberikan informasi tentang proses/prognosis dan program pengobatan.
d)   Mendukung kontrol aktif pasien terhadap kondisi.




l)        Tujuan Pemulangan
a)   TD dengan batas yang dapat diterima untuk individu.
b)   Komplikasi kardiovaskuler dan sistemik dicegah/diminimalkan.
c)   Proses prognosis penyakit dan regimen terapi dipahami.
d)   Perubahan yang diperlukan dalam hal gaya hidup/perilaku  dilakukan.

2. Diagnosa keperawatan, intervensi, dan rasional
a)      Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi.
Hasil yang diharapkan :
§  Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD/beban kerja jatung.
§  Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat  diterima.
§  Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Pantau TD. Ukur pada kedua tangan/paha untuk mengevaluasi. Gunakan ukuran manset yang tepat dan tehnik yang akurat.

Catatat keberadaan, kualitas denyut central dan perifer.



Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa penngisian kapiler.



Catat edema umum/tertentu.


Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas penglihatan.


Pantau respons terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.





Kolaborasi
Berikan obat-obat sesui indikasi, contoh:
Diuretik tiazid, misal: klorotiazid (Diuril); hidroklorotiazid (Esidrix /HidroDIURIL); bendroflumentiazid (Naturetin).

Diauretik loop, misal: furosemid (lasix); asam elektrinic (Edecrin); Bumetanid (Burnex).



Vasosilator, misal: minoksidil (loniten); hidralazin (apresoline); bloker saluran kalsium, misal: nifeditin (procardia); verapamil (Calan).

Berikan pembatan cairan dan diit natrium sesui indikasi.

Siapkan untuk pembedahan bila ada indikasi.

Perbandingan tekanan akan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan /bidang masalah vaskuler.

Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femolaris mungkin teramati/terpalpasi. Denyutan pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena.

Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokonriksi atau mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.

Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.

Dapat menurunkan ransangan yang menimbulkan stres, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.

Respons terhadap terapi obat ”stepped” (yang terdiri atas diuretik, inhibitor simpatis dan vasodilator) terrgantung pada individu dan efek sinergis obat. Karena efek samping tersebut, maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dosis paling rendah.


Tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain untuk menurunkan TD pada pasien dengan fungsi ginjal yang relatif normal. Diuretik ini memperkuat agen-agen antihipertensif lain dengan membatasi retensi cairan.

Obat ini menghasilkan diuresis kuat dengan menghambat resorpsi natrium dan klorida dan merupakan antihipertensif efektif, khususnya pada pasien yang resisten terhadap tiazid atau mengalami kerusakan ginjal.

Mungkin diperlukan untuk mengobati hipertensi berat bila kombinasi diuretik dan inhibitor simpatis tidak berhasil mengontrol tekanan darah.


Pembatan ini meningkatkan ransangan simpatis pusat vasomotor untuk menurunkan bebab kerja jantung.

Bila hipertensi berhubungan dengan adanya feokromositoma maka pengangkatan tumor akan memperbaiki kondisi.

b)   Nyeri: sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
      hasil yang diharapkan :
§  Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/terkontrol.
§  Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan.
§  Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Mempertahankan tirah baring selama fase akut.


Berikan tindakan nonfarmakologi  untuk menghilangkan sakit kepala, misal: kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, tehnik relaksasi (panduan imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang.

Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misal: mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk.

Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.



Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung telah dilakukan untuk menghintikan perdarahan.


Kolaborasi
Berikan sesuai indikasi:
Analgesik

Antiansietas, misal: lorazepam (Ativan), diazepam (Valium).

Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi.

Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.



Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi meyebabkan sakit kepala pada saat peningkatan tekanan vaskuler serebral.


Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala. Pasien juga dapat mengalami episode hipotensi postural.

Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres hidung dapat mengganggu menelan atau membutuhkan nafas dengan mulut, menimbulkan sagnasi sekresi oral dan mengeringkan membran mukosa.


Menurunkan / mengontrol nyeri dan menurunkan ransangan sistem saraf simpatis.

Dapat mengurangi tegangan atau ketidaknyamanan yang diperberat oleh stres.

c)   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum/ketidak seimabangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
      Hasil yang diharapkan :
§  Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
§  Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
§  Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali permenit di atas frekuensi istirahat; peningkatan tekanan darah yang nyata selama/sesudah aktivitas (tek. Sistolik meningkat 40 mmHg atau tek. diastolik meningkat 20 mmHg); dispnea atau nyeri dada; keletihan dan kelemahan yang berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan

Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi, mis.. menggunkan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan

Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stres aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas




Tehnik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan keburuhan oksigen

 Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivi












DAFTAR PUSTAKA

-  Brunner & Suddarth,(2002), Edisi 8, Buku ajar keperawatan medikal bedah, Jakarta, EGC

-  Carpenito,(1999), Edisi 2, Rencana asuhan & Dokumentasi keperawatan, Jakatra, EGC

-  Corwin.J.E,(2001), Buku saku patofisiologi, Jakarta, EGC

-  Doenges,(2000), Edisi 3, Rencana asuhan keperawatan, Jakarta, EGC

-  Soeparman,(1993), Edisi 2, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI

-  Stanley.M,(2007), Edisi 2, Buku ajar keperawatan gerontik, Jakarta, EGC

-  www.gogle.com, 2008








Tidak ada komentar:

Posting Komentar