Rabu, 08 Juni 2011

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Peritonealdialisa


Laporan Pendahuluan
Asuhan keperawatan peritonealdialisa
1.   Pendahuluan
Ketika ginjal mengalami kerusakan maka ginjal tidak dapat membersihkan tubuh dari sisa-sisa metabolisme. Sisa-sisa metabolisme dan kelebihan air menumpuk dan lama kelamaan menjadi banyak di dalam darah yang disebut uremia.
Gagal ginjal kronik berarti kehilangan fungsi ginjal yang bisa terjadi secara cepat atau lambat dalam beberapa tahun. End Stage Renal Disease (ESRD) terjadi ketika ginjal mengalami kerusakan tahap akhir, dimana ginjal tidak dapat bekerja dengan baik untuk menjaga keseimbangan zat-zat kimia tubuh yang diperlukan untuk hidup. Pada saat ini pasien memerlukan dialysis sebagai terapi pengganti.
Terapi pengganti fungsi ginjal (dialysis) :
1.Hemodialisis (HD)
2.Peritoneal Dialisis (PD :
a.Acute Peritoneal Dialisis (PD Acute)
b.Kronis Peritoneal Dialisis (CAPD)
Continous : Terus menerus selama 24 jam
Ambulatory : Bebas bergerak
Peritoneal : Peritoneum sebagai membran semi permeable
Dialysis : Membersihkan tubuh dari zat sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan.
Atau disebut DPMB (Dialysis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan)
2.   Definisi
Peritoneal dialysis adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan & solute yang berisi racun yang akan dibuang. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut. Kemudian cairan dikeluarkan, dibuang dan diganti dengan cairan yang baru. Biasanya digunakan selang karet silikon yang lembut atau selang poliuretan yang berpori-pori, sehingga cairan mengalir secara perlahan dan tidak terjadi kerusakan.
Rongga peritoneum adalah bagian dari perut yang membungkus organ-organ, seperti lambung, ginjal, usus, dll. Di dalam rongga perut ini terdapat banyak sel-sel darah kecil (kapiler) yang berada pada satu sisi dari membran peritoneum dan cairan dialysis pada sisi yang lain. Rongga peritoneum berisi + 100ml cairan yang berfungsi untuk lubrikasi / pelicin dari membran peritoneum. Pada orang dewasa normal, rongga peritoneum dapan mentoleransi cairan > 2 liter tanpa menimbulkan gangguan.
Membran Peritoneum
Membran peritoneum merupakan lapisan tipis bersifat semi permeable. Luas permukaan + 1,55m2 yang terdiri dari 2 bagian, yaitu:
a.       Bagian yang menutupi / melapisi dinding rongga perut (parietal peritoneum), + 20% dari total luas membran peritoneum.
b.      Bagian yang menutup organ di dalam perut (vasceral peritoneum), + 80% dari luas total membran peritoneum.
Total suplai darah pada membran peritoneum dalam keadan basal + 60 – 100 ml/mnt.

3.   Tujuan
Tujuan terapi ini adalah untuk mengeluarkan zat-zat toksik serta limbah metabolik, mengembalikan keseimbangan cairan yang normal dengan mengeluarkan cairan yang berlebihan dan memulihkan keseimbangan elektrolit.
4.   Etiologi
Adapun penyebab dilakukan tindakan hemodialisis dan dialysis peritoneal :
a.       Pembuangan cairan yang berlebihan, toksin atau obat karena tidak adekuatnya gradient osmotic dialisat
b.      Kehilangan darah aktual (heparinisasi sitemik atau pemutusan aliran darah)
c.       Distensi abdomen atau konstipasi
d.      Penurunan area ventilasi dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan kelebihan cairan, tertahannya sekresi dan infeksi. dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan kelebihan cairan, tertahannya sekresi dan infeksi.
e.       Penggunaan dialisat hipertonik dengan pembuangan cairan yang berlebihan dari volume sirkulasi.

5.   Manifestasi Klinis
Adanya keluhan nyeri dikarenakan pemasukan kateter melalui dinding abdomen atau iritasi kateter dan penempatan kateter yang tidak tepat. Takipnea, dispnea, nafas pendek dan nafas dangkal selama dialysis diduga karena tekanan disfragmatik dari distensi tongga peritoneal. Penuruna area ventilasi dapat menunjukkan adanya atelektasis. Berikut ini gejala-gejala lainnya :
a. Peritonitis
b. Penurunan tekanan darah (hipotensi)
c. Takikardi
d. Hiponatremia atau intoksikasi air
e.  Turgor kulit buruk, dll.

6.   Macam-Macam Peritonealdialisa
1.      Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
Memungkinkan pasien untuk menangani prosedur dirumah dengan kantung dan aliran gravitasi, memerlukan waktu lama pada malam hari, dan total 3-5 siklus harian/ 7 hari seminggu.
2.       Automated Peritoneal Dialysis (APD)
APD sama dengan CAPD dalam melanjutkan proses dialysis tetapi berbeda pada tambahan mesin siklus peritoneal. APD dapat dilanjutkan dengan siklus CCPD, IPD dan NPD.
3.       Continous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD)
CCPD merupakan variasi dari CAPD dimana suatu mesin siklus secara otomatis melakukan pertukaran beberapa kali dalam semalam dan satu siklus tambahan pada pagi harinya. Di siang hari, dialisat tetap berada dalam abdomen sebagai satu siklus panjang.
4.       Intermittent Peritoneal Dialysis (IPD)
IPD bukan merupakan lanjutan prosedur dialisat seperti CAPD dan CCPD. Dialysis ini dilakukan selama 10-14 jam, 3 atau 4 jam kali per minggu, dengan menggunakan mesin siklus dialysis yang sama pada CCPD. Pada pasien hospitalisasi memerlukan dialysis 24-48 jam kali jika katabolis dan memerlukan tambahan waktu dialisat.
5.       Nightly Peritoneal Dialysis (NPD)
Dilakukan mulai dari 8-12 jam misalnya dari malam hingga siang hari

7.   Teknik Dalam Peritonealdialisa
Ada beberapa teknik yang digunakan dalam dialisa peritoneal:
a.       Dialisa peritoneal intermiten manual.
Merupakan teknik yang paling sederhana. Sebuah kantong berisi cairan dipanaskan sesuai suhu tubuh, lalu cairan dimasukkan ke dalam rongga peritoneum selama 10 menit dan dibiarkan selama 60-90 menit, kemudian dikeluarkan dalam waktu 10-20 menit. Keseluruhan prosedur memerlukan waktu sekitar 12 jam. Teknik ini terutama digunakan untuk mengobati gagal ginjal akut.
b.      Dialisa peritoneal intermiten dengan pemutar otomatis.
Bisa dilakukan di rumah penderita. Suatu alat dengan pengatur waktu secara ototmatis memompa cairan ke dalam dan keluar dari rongga peritoneum. Biasanya alat pemutar dipasang pada waktu tidur sehingga pengobatan dijalani pada saat penderita tidur. Pengobatan ini harus dilakukan selama 6-7 malam/minggu.
c.       Dialisa peritoneal berpindah-pindah yang berkesinambungan.
Cairan dibiarkan di dalam perut dalam waktu yang lama, dan dikeluarkan serta dimasukkan lagi sebanyak 4-5 kali/hari. Cairan dikemas dalam kantong polivinil klorida yang dapat dikembangkempiskan. Jika kosong, kantong ini bisa dilipat tanpa harus melepaskannya dari selang. Biasanya cairan harus diganti sebanyak 3 kali, dengan selang waktu 4 jam atau lebih. Setiap pergantian memerlukan waktu 30-45 menit.
d.      Dialisa peritoneal yang dibantu oleh pemutar secara terus menerus.
Teknik ini menggunakan pemutar otomatis untuk menjalankan pergantian singkat selama tidur malam, sedangkan pergantian yang lebih lama dilakukan tanpa pemutar pada siang hari. Teknik ini mengurangi jumlah pergantian di siang hari tetapi pada malam hari penderita tidak dapat bergerak secara leluasa karena alatnya tidak praktis

8.   Komplikasi Peritonealdialisa
1.      Perdarahan di tempat pemasangan selang atau perdarahan di dalam perut
2.      Perforasi organ dalam pada saat memasukkan selang
3.      Kebocoran cairan di sekitar selang atau ke dalam dinding perut
4.      Penyumbatan aliran cairan oleh bekuan darah
5.      Infeksi, baik pada peritoneum maupun di kulit tempat selang terpasang (menyebabkan   terbentuknya abses). Infeksi biasanya terjadi karena prosedur dialisa yang kurang steril. Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotik.
6.      Hipoalbuminemia
7.      Sklerosis peritonealis (pembentukan jaringan parut di peritoneum), yang mengakibatkan penyumbatan parsial usus halus
8.      Hipotiroidisme
9.      Hiperglikemia, sering terjadi pada penderita kencing manis
10.  Hernia perut dan selangkangan
11.  Sembelit

9.   Kontraindikasi Peritonealdialisa

·         Hilangnya fungsi membran peritoneum
·         Operasi berulang pada abdomen, kolostomi,
·         Ukuran tubuh yang besar (kemungkinan dengan PD yang adekuat tidak tercapai)
·         Identifikasi problem yang potensial timbul sebelum CAPD dimulai
a. Apakah pasien perlu seorang asisten (keterbatasan fisik / mental)
b. Adakah hernia
c. Penglihatan kurang
·         Malnutrisi yang berat



10.  Kelebihan Dan Kelemahan Peritonealdialisa
Keuntungan CAPD dibandingkan HD :
1.Dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja
2.Pasien menjadi mandiri (independen), meningkatkan percaya diri
3.Simpel, dapat dilatih dalam periode 1-2 minggu.
4.Jadwal fleksibel, tidak tergantung penjadwalan rumah sakit sebagaimana HD
5.Pembuangan cairan dan racun lebih stabil
6.Diit dan intake cairan sedikit lebih bebas
7.Cocok bagi pasien yang mengalami gangguan jantung
8.Pemeliharaan residual renal function lebih baik pada 2-3 tahun pertama
Kelemahan CAPD :
1. Resiko infeksi
    •Peritonitis
    •Exit site
    •Tunnel
2. BB naik karena glukosa, pada cairan CAPD diabsorbsi
11.  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Dialisis Peritomeal
a.       Persiapan
Proses persiapan pasien dan keluarganya yang dilaksanakan oleh perawat adalah penjelasan prosedur dialysis peritoneal, surat persetujan (Informed Consent) yang sudah ditandatangani, data dasar mengenai tanda-tanda vital, berat badan dan kadar elektrolit serum, pengosongan kandung kemih dan usus. Selain itu perawat juga mengkaji kecemasan pasien dan memberikan dukungan serta petunjuk mengenai prosedur yang akan dilakukan.
b.      Peralatan
Perawat harus berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan konsentrasi dialisat yang akan digunakan dan obat-obatan yang akan ditambahkan, misalnya dalam penambahan heparin untuk mencegah pembekuan fibrin yang dapat menyumbat kateter peritoneal, penambahan antibiotic untuk mengobati peritonitis.
Sebelum penambahan obat, larutan dialisat dihangatkan hingga mencapai suhu tubuh untuk mencegah gangguan rasa nyaman, nyeri abdomen, serta menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh darah peritoneum. Sebelum dialysis dilakukan, peralatan dan selang dirakit. Selang tersebut diisi dengan cairan dialisat untuk mengurangi jumlah udara yang masuk kedalam kateter serta kavum peritoneal.
c.       Pemasangan Kateter
Kateter peritoneal dipasang di dalam kamar operasi untuk mempertahankan asepsis operasi dan memperkecil resiko kontaminasi. Kateter stylet dapat digunakan jika dialysis peritoneal tersebut diperkirakan akan dilaksanakan dalam waktu singkat. Sebelum prosedur pemasangan kateter dilakukan, kulit abdomen dipersiapkan dengan larutan antiseptic local dan dokter melakuan penyuntikan infiltrasi preparat anastesi local kedalam kulit dan jaringan subcutan. Insisi kecil atau sebuah tusukan dibuat pada 3-5 cm dibawah umbilicus.
Sebuah trokar (alat berujung tajam) digunakan untuk menusuk peritoneum sementara pada pasien mengencangkan otot abdomennya dengan cara mengangkat kepalanya. Kateter disisipkan lewat trokar dan kemudian diatur posisinya. Cairan dialsat yang dipersiapkan diinfuskan kedalam kavum peritoneal dengan mendorong omentum (lapisan peritoneal yang membentang dari organ-organ abdomen) menjauhi kateter. Sebuah jahitan purse-string dapat dibuat untuk mengikat kateter pada tempatnya.
d.      Prosedur
Untuk dialisat peritoneal intermiten, larutan dialisat dialirkan dengan bebas kedalam kavum peritoneal dan dibiarkan selama waktu retensi (dwell time) atau waktu ekuilibrasi yang ditentukan dokter. Waktu itu berfungsi untuk memungkinkan terjadinya difusi dan osmosis.
Poda waktu akhir retensi, klem selang drainase dilepas dan larutan dialisat dibiarkan mengalir keluar dari kavum peritoneal melalui sebuah sistem yang tertutup dengan bantuan gaya berat. Cairan drainase biasanya berwarna seperti jerami atau tidak berwarna. Cairan dari botol yang baru kemudian ditambahkan, diinfusikan dan dialirkan keluar. Jumlah siklus atau pertukaran dan frekuensinyaditentukan oleh dokter sesuai kondisi fisik pasien serta kondisi akut penyakit.


Asuhan Keperawatan
Pada Pasien dengan Peritonealdialisa

1.   Pengkajian
a.       Pengkajian Riwayat Penyakit
1.      Riwayat kesehatan umum, meliputi Gangguan /penyakit yang lalu, berhubungan dengan penyakit  sekarang. Contoh: ISPA
2.      Riwayat kesehatan sekarang,Meliputi; keluhan/gangguan  yang berhubungan dengan penyakit saat ini. Seperti; mendadak, nyeri abdomen,Pinggang, edema.

b.      Pengkajian Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas/istirahat
    Gejala: Kelemahan/malaise, kelelahan estrem,
    Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus otot, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
    Gejala: Riwayat hipertensi lama/berat
    Tanda: Hipertensi, pucat,edema 
3. Eliminasi
    Gejala: Penurunan frekuensi urine, perubahan pola berkemih (oliguri), anuria
    Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
    Gejala: Peningkatan BB (edema), anoreksia, mual,muntah
    Tanda: Distensi abdomen/asites, Penurunan haluaran urine
5. Pernafasan
    Gejala: Nafas pendek, dispnea noktural paroksismal
    Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
    Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala, keram otot/nyeri kaki
    Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

c.       Pmeriksaan Penunjang
1.      Pada laboratorium didapatkan:
·         Hb menurun
·         Ureum dan serum kreatinin meningkat
·         Elektrolit serum (natrium meningkat)
·         urinalisis (BJ. Urine meningkat, albumin, Eritrosit , leukosit)
2.      Pada rontgen:
IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)

2.   Diagnosa
1.      Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya osmotik dialisat
2.      Nyeri berhubungan dengan infeksi dlam rongga peritoneal
3.      Resiko tinggi pola napas efektif pola napas berhubungan dengan keterbatasan pengembangan diafragma
4.      Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kateter dimasukkan kedalam rongga peritoneal


3.   Intervensi Dan Rasional

1.      Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya osmotik dialisat

Intervensi
Rasional
·      Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar
·      Kaji patensi kateter
·      Miring dari satu sisi ke sisi lain, tinggikan kepela tempat tidur, lakukan tekanan perlahan pada abdomen
·      Tambahkan Heparin pada dialisa awal, bantu irigasi kateter dengan garam faal heparinisasi
·       Keseimbangan positif menunjukkan kebutuhan evaluasi lebih lanjut
·       Melambatkan kecepatan aliran
·       Dapat meningkatkan aliran cairan bila kateter slah posisi

·       Berguna untuk mencegah pembentukan bekuan fibrin yang dapat menghambat kateter peritoneal

2.      Nyeri berhubungan dengan infeksi dlam rongga peritoneal
Intervensi
Rasional
·      Kaji tingkat Nyeri

·      Perhatikankeluhgan nyeri pada daerah bahu

·      Tinggikan kepela tempat tidur pada Interval tertentu

·      Dorong penggunaan teknik relaksasi

·      Berikan analgetik sesuai indikasi
·    Membantu mengidentifikakasi tingkat nyeri
·    Masuknya udara yang kurang hati hati ked lam abdomen mengiritasi diafragma dan mengakibatkan nyeri pada bahu
·    Perubahan posisi dapat menghilangkan ketidaknyamanan abdomen dan otot umum
·    Membalikan pehatian, meningkatkan rasa control
·    Menghilangkan nyeri dan ketidaknyamanan

3.      Resiko tinggi pola napas efektif pola napas berhubungan dengan keterbatasan pengembangan diafragma
Intervensi
Rasional
·      Awasi frekuensi/upaya pernapasan



·      Auskultasi paru, perhatikan penurunan atau bunyi nafas atventisius, contoh gemericik
·      Perhatikan kateter, jumlah dan warna sekresi

·      Tnggikan kepala tempat tidur, tingkatkan latihan nafas dalam dan batuk
·      Berikan analgetik sesuai indikasi
·       Takipne,dispnea, napas pendek, dan napas dangkal selama, dialisa diduga tekanan diafragmatik dari distensi rongga peritoneal
·       Penurunan area ventilasi nemunjukkan adanya athdalektasis

·       Pasien rentan terhadap infeksi paru sebagai akibat penekanan refleks batuk dan upaya pernapasan
·       Memeudahkan ekspansi dada


·       Menghilangkan nyeri,

4.      Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kateter dimasukkan kedalam rongga peritoneal
Intervensi
Rasional
·      Biarkan Pasien mengosongkan kandung kemih sebelum pemasangan kateter
·      Benamkan kateter/selang dengan plester

·      Perhatikan adanya bahan fekal dalam dialisat
·      Hentikan dialysis bila ada bukti perforasi usus
·     Menurunkan kemungkinan menjadi tertusuk selama pemasangan kateter
·     Menurunkan Resiko trauma dengan memanipulasi kateter
·     Menduga perforasi usus dengan pencampuran dialisat dan isi usus
·     Tindakan cepat akan mencegah cedera selanjutnya





DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar