Laporan Pendahuluan
Pada Pasien Trauma Medula Spinalis
1. Definisi
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang ,ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek,bahkan dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .
Cedera sumsum tulang belakang merupakan kelainan yang pada masa kini yang banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan dibidang penatalaksanaannya.kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih banyak disebabkan oleh jatuh dari ketinggian seperti pohon kelapa , pada masa kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti kecelakaan lalu lintas,jatuh dari tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga.
Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang belakang terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih gagalginjal,pneumoni/decubitus.
Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.
Data epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian (insidens) CMS sekitar 11,5 53,4 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat terjadinya cedera akut.
2. Etiologi
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan.Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.
Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema.
3. Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dandislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi padamedulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dananterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawahmisal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti secaramendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi menyelam dan masuk air yang dapatmengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical(terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifatsementara atau menetap.akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidakberfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalambeberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopiskelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentudi medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsungkarena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (frakturdan dislokasi).lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmentransversa, hemitransversa, kuadran transversa).hematomielia adalah perdarahan dlam medullaspinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.trauma ini bersifat “whiplash “yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi ataufraktur dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepitoleh penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapatjuga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumnavertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor,kista dan abses didalam kanalis vertebralis
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik danmengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian,dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbutdisebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible.jika radiks terputus akibattrauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikulerdengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisitsensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistemaaaanastomosis anterial anterior spinal
4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yangterjadi.kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi,gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada keduan sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong dihiper ekstensi.gambaran klinik berupa tetraparese parsial.gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak terganggu. Kerusaka tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa.
5. Komplikasi
1. Autonomic Dysreflexia: terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical
Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness
2. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan seksual berubah
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah sakit
b. Pemeriksaan tulan belakang: deformasi, pembengkakan, nyeri tekan, gangguan gerakan(terutama leher)
c. Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan lateral. Pada servikal diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka (odontoid).
Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila terdapat defisit neurologi harus dilakukan MRI atau CT mielografi.
7. Penatalaksanaan
1. Lakukan tindakan segera pada cidera medulla spinalis,tujuannya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada medulla spinalis.
2. Perawatan khusus
a. Komosio Medulla spinalis: fraktur atau dislokasi tidak stabil harus disingkirkan.
b. Kontusio/transeksi/kompresi medulla spinalis
· Metil Prednisolon
· Tambahkan profilaksis stress ulkus
3. Tindakan operasi di indikasikan pada:
· Reduksi terbuka pada dislokasi
· Fraktur servikal dengan lesi parsial medulla spinalis
· Cedera terbuka dengan benda asing
· Lesi parsial medulla spinalis dengan hematomielia
4. Perawatan Umum
Perawatan vesika dan fungsi defekasi
Perawatan kulit/dekubitus
Nutrisi yang adekuat
Kontrol nyeri
5. Fisioterapi, terapi vokasional, dan psikoterpi sangat penting pada pasien yang mengalami sekuele neurologis berat dan permanen.
Asuhan Keperawatan
Pada pasien Dengan Trauma Medulla Spinalis
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Riwayat Penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
· Penyakit stroke
· Infeksi Otak
· DM
· Diare dan muntah yang berlebihan
· Tumor otak
· Intoksiaksis insektisida
· Trauma kepala
· Epilepsy dll
4. Pemeriksaan Fisik
· Sistem pernafasan: Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot pernafasan tambahan.
· Sistem kardiovaskuler: Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi.
· Status neurologi: Nilai GCS karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera kepala.
· Fungsi motorik: Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis kerusakan, adanya quadriplegia, paraplegia.
· Refleks Tendon: Adanya spinal shock seperti hilangnya reflex dibawah garis kerusakan, post spinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada gangguan upper motor neuron /UMN) dan flaccid pada gangguan lower motor neuron/ LMN).
· Fungsi sensorik: Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis kerusakan.
· Fungsi otonom: Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler.
· Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 ke atas): Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia, hidung tersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas dan gangguan penglihatan.
· Sistem gastrointestinal: Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus, stress ulcer, feses keras atau inkontinensia.
· Sistem urinaria: Retensi urine, inkontinensia
· Sistem Muskuloskletal: Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM)
· Kulit: Adanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal dekubitus
· Fungsi seksual: Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.
· Psikososial: Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan dengan masyarakat.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan tidak efektifnya refleks batuk, immobilisasi
2. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan paralisis otot pernafasan.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal, defisit, sensasi/ motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.
4. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, defisit sensasi / motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi
C. Intervens dan Rasional
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan tidak efektifnya refleks batuk, immobilisasi
Intervensi | Rasional |
· Kaji kemampuan batuk dan produksi secret · Auskultasi bunyi nafas. · Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi lehe, bersihkan sekret) · Lakukan suction jika perlu. · Berikan minum hangat jika tidak ada kontraindikasi | · Letak Trauma menentukan fungsi otot-otot interkostal/kemampuan untuk batuk spontan/mengeluarkan secret · Hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi · Mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas · Jika batuk tidak efektif penghisapan diperlukan untuk mengeluarkan secret. · Membantu mengeluarkan secret |
2. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan paralisis otot pernafasan.
Intervensi | Rasional |
· Auskultasi bunyi nafas setiap jam · Suction jika perlu · Monitor analisa gas darah · Monitor tanda-tanda vital setiap 2 jam. · Hindari obat-obatan sedatif jika memungkinkan. | · Hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi · Jika batuk tidak efektif · penghisapan diperlukan untuk mengeluarkan secret · Menentukan Fungsi otot Pernafasan · Mengetahui adanya keelainan paru-paru |
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal, defisit, sensasi/ motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.
Intervensi | Rasional |
· Lakukan pengkajian neurologik setiap 4 jam. · Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan kenyamanan pasien. · Gunakan alat ortopedi, colar, handsplit. · Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien · Konsultasikan kepada fisioterapi untuk latiahan dan penggunaan alat seperti splints | · Mengevaluasi keadaan secara khusus · Mengurangi tekanan pada salah satu area dan meningkatkan sirkulasi perifer · Menjaga kestabilan dari kolomna vertebra dan membantu proses penyembuhan · Banyak sekali pasien dengan trauma saraf servikal mengalami pembentukan thrombus karena gamgguan sirkulasi perifer,imobilisasi dan kelumpuhan flaksid · Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien dalam pergerakan |
4. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, defisit sensasi / motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi
Intervensi | Rasional |
· Inspeksi seluruh area kulit · Lakukam masase dan lubrikais pada kulit dengan losion/minya · Lakukan perubahan posisi sesering mungkinditempat tidur atau sewaktu duduk · Tinggikan ekstremitas bawah secara periodic · Berikan terapi kinetic atau matras | · Kulit biasanya cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer · Meningkatkan sirkulasi dan melindungi permukaan kulit · Mengurangi tekanan pada daerah tulang yang menonjol · Meningkatkan arus balik vena · Meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer |
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar