BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks. Korteks terdiri atas zona glomerulosa, fasikulata, dan retikularis. Zona glomerulosa mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh mekanisme renin-angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan retikularis mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh hipofisis melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1) faktor pelepas kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol. Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan hormon-hormon tersebut baik berlebih maupun kekurangan, akan mempengaruhi tubuh dan menimbulkan keabnormalan. Sindrom cushing adalah terjadi akibat kortisol berlebih.
BAB II
Landasan Teori
A. Anatomi Dan Fisiologi
1. Konsep Dasar
Kelenjar supraneralis jumlahnya ada 2, terdapat pada bagian atas dari ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5-9 gram.
Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari :
1. Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2. Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :
1. Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal aka menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi. Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.
2. Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon :
a. Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa ; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoiddisekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protei menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cederung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatuk keseimbangan natrim jangka panjang.
c. Hormon-hormon seksAdrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.
2. Steroid
Sel-sel korteks adrenal dapat menyintesis kolestrol dan juga mengambilnya dari sirkulasi. Kolestrol diubah menjadi 5-Pregnenolon yang merupakan bahan dasar semua kortikosteroid. Banyak steroid telah diisolasi dari korteks adrenal tetapi ada 3 yang paling penting :
a. Kortisol (hidrokortison)
Disekresi setiap hari, umumnya berasal dari zona fasikulata (lapisan tengah) dan zona retikularis (lapisan dalam)
b. Dehidro epi androsteron (DHEA)
Disekresi oleh lapisan yang sama dan kira-kira dalam jumlah yang sama dengan kortisol
c. Aldesteron
Disekresi oleh zona glomerulosa (lapisa luar) yang juga memproduksi beberapa jenis kortikosteroid lain dan sedikit testosteron dan estrogen
3. Pengontrolan Sekresi Kortikosteroid
Sekresi kortisol diatur oleh 3 sistem yang bekerja secara serempak :
Penglepasan kortisol berlangsung bergelombang menyebabkan adanya ritme diurnal sekresi kortisol sehingga terjadi kadar plasma maksimal pada jam 06.00 dan menurun sampai kira-kira setengah maksimum pada jam 22.00. Ritme intrinsic ini diatur dari otak yang dicetuskan oleh cahaya melalui hipotalamus oleh ACTH.
Adanya respon terhadap stress mental dan fisis, juga melalui kortikotropin releasing factor dan ACTH
Adanya mekanisme umpan balik dengan pengaturan sekresi ACTH oleh kortisol (dan oleh glukokortikoid sintetik). Sedangkan produk steroid lain dari korteks adrenal tidak mempunyai efek ini.
B. Konsep Dasar
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999)
Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal:
a. Hiperfungsi kelenjar adrenal
a. Sindrom Cushing: disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal, terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik
b. Sindrom Adrenogenital: Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid
c. Hiperaldosteronisme
a. Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn): Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi aldesteron autoimun
b. Aldosteronisme sekunder: Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
b. Hipofungsi Kelenjar Adrenal
Insufisiensi Adrenogenital :
1) Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal): Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi mendadak sehubungan sakit / stress.
2) Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison): Kelainan yang disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih penting adalah defisiensi gluko dan mineralokortikoid.
3) Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder: Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan hipofisis anterior respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.
1. Pengertian
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. (Price, 2005).
Syndrome cushing adalah Ganbaran klinis yang timbul akibat peningkatan glukokortikoid plasma jangka panjang dalam dosisi farmakologik (latrogen).(Wiliam F. Ganang , Fisiologi Kedokteran, Hal 364).
Syndrome cushing adalah Di sebabkan oleh skres berlebihan steroid adrenokortial terutama kortisol.(IDI). Edisi III Jilid I, hal 826).
Syndrome Cuhsing adalah Akibat rumatan dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. (Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Hal 1979).
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, Hal. 1088)
2. Etiologi
Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron? yang berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing. (buku ajar ilmu bedah, R. Syamsuhidayat, hal 945)
Sindrom cusing dapat diakibatkan? oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091)
3. Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid.
Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
1. Glukokortikoid : Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.
2. Mineralokortikoid : Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
3. Androgen.
4. Estrogen.
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:
1. Glukokortikoid : Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.
2. Mineralokortikoid : Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
3. Androgen.
4. Estrogen.
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:
a. Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang.
Secara klinis dapat ditemukan:
Secara klinis dapat ditemukan:
· Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
· Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae).
· Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
· Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan mudah tibul luka memar.
· Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat
· dengan mudah terjadi fraktur patologis.
b. Distribusi jaringan adiposa.
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh.
· Obesitas.
· Wajah bulan (moon face)
· Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison).Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibatü atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
c. Elektrolit
Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
d. Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten
Produksi anti bodi
Reaksi peradangan
Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
e. Sekresi lambung
Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
f. Fungsi otak
perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
g. Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid:
Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler.
Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas yang dperantarai anti bodi.
Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti? inflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-1091)
Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid:
Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler.
Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas yang dperantarai anti bodi.
Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti? inflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-1091)
4. Klasifikasi
Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Penyakit Cushing
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70 % dari kasus yang dilaporkan. Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
b. Hipersekresi ACTH Ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi ACTH ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-paru; tumor ini menjadi penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik lebih sering pada laki-laki. Rasio wanita : pria adalah 1:3 dan insiden tertinggi pada umur 40-60 tahun.
c. Tumor-tumor Adrenal Primer
Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17-19 % kasus-kasus Sindroma Cushing. Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada wanita. Karsinoma-karsinoma adrenokortikal yang menyebabkan kortisol berlebih juga lebih sering terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75 % kasus terjadi pada orang dewasa.
d. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Dindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51 %), adenoma adrenal terdapat sebanyak 14 %. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasadan berjumlah sekitar 35 % kasus, sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis dibuat, insidens jenis kelamin adalah sama.
5. Manifestasi Klinis
a. Amenorea
b. Nyeri punggung
c. Kelemahan otot
d. Nyeri kepala
e. Luka sukar sembuh
f. Penipisan kulit
g. Petechie
h. Ekimosis
i. Striae
j. Hirsutisme (pertumbuhan bulu diwajah)
k. Punuk kerbau pada posterior leher
l. Psikosis
m. Depresi
n. Jerawat
o. Penurunan konsentrasi
p. Moonface
q. Hiperpigmentasi
r. Edema pada ekstremitas
s. Hipertensi
t. Miopati
u. Osteoporosis
v. Pembesaran klitoris
w. Obesitas
x. Hipokalemik
y. Perubahan emosi
z. Retensi Natrium
6. Komplikasi
· Krisis Addisonia
· Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
· Patah tulang akibat osteoporosis
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes supresi dexamethason
1. Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipofisis atau adrenal
2. Untuk menentukan kadar kortisol
Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan : Steroid <5 style=""> Normal
Pada pagi hari sekresi kortisol tidak ditekan : Steroid >10 uL /dl Sindrom Cushing
b. Kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam:
Untuk memeriksa kadar 17- hidroksikortikosteroid serta 17- kortikosteroid, yang merupakan metabolic kortisol dan androgen dalam urin.
Kadar metabolic dan kortisol plasma meningkat Sindrom Cushing
c. Stimulasi CRF (Corticotrophin-Releasing Faktor)
Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH sebagai penyebab.
d. Pemeriksaan Radioimmunoassay ACTH Plasma
Untuk mengenali penyebab Sindrom Cushing
e. CT, USG, dan MRI
Dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal.
i. Penatalaksanaa
- Terapi Operatif
- Hipofisektomi Transfenoidalis Operasi pengangkatan tumor pada kelenjar hipofisis
- Adrenalektomi terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer
- Terapi Medis
Preparat penyekot enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane, ketokonazol) digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas.
BAB III
Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Gangguan Adrenal
A. Pengkajian
Pengumpalan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek tubuh dari hormone korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron. Riwayat kesehatan mencakup informasi tentang tingkat aktivitas klien dan kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin dan perawatan diri.
a. Data Biografi : nama, usia, jenis kelamin
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Data subjektif
§ Amenorea
§ Nyeri punggung
§ Mudah lelah / kelemahan otot
§ Sakit kepala
§ Luka sukar sembuh
2) Data objektif
a. Integumen
· Penipisan - Kulit Striae
· Petechie - Hirsutisme (pertumbuhan bulu bulu wajah)
· Ekimosis - Edema pada ekstremitas
· Jerawat - Hiperpigmentasi
· Moonface
· Punuk kerbau (buffalo hump) pada posterior leher
b. Kardiovaskuler
· Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
· Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid klavikula
· Perkusi : Pekak
· Auskultasi : S1 S2 Terdengar tunggal
c. Sistem Pernapasan
· Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, tidak terlihat retraksi intercouste hidung, pergerakan dada simetris
· Palpasi : Vocal premilis teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
· Perkusi : Suara sonor
· Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan ronchi wheezing
d. Muskuloskeletal
· Kelemahan otot
· Miopati
· Osteoporosis
e. Reproduktif: Pembesaran klitoris
f. Makanan dan cairan
· Obesitas
· Hipokalemia
· Retensi natrim
g. Psikiatrik
· Perubahan emosi
· Psikosis
· Depresi
· Penurunan konsentrasi
h. Pembelajaran
Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis dan pengobatannya.
B. Diagnosis
a. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
c. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
d. Resiko cidera b.d kelemahan
e. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit
C. Intervensi Dan Rasional
a. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan
Intervensi | Rasional |
· Ukur intake output · Hindari intake cairan berlebih ketika pasien hipernatremia · Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 2 jam · Timbang BB klien · Monitor ECG untuk abnormalitas (ketidakseimbangan elektrolit) · Lakukan alih baring setiap 2 jam Kolaborasi hasil lab (elektrolit : Na, K, Cl) | · Menunjukkan status volume sirkulasi terjadinya perpindahan cairan dan respon terhadap nyeri · Memberikan beberapa rasa kontrol dalam menghadapi upaya pembatasan · TD meningkat, nadi menurun dan RR meningkat menunjukkan kelebihan cairan · Perubahan pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan · Hipernatremi dan hipokalemi menunjukkan indikasi kelebihan cairan · Alih baring dapat memperbaiki metabolisme Menunjukkan retensi cairan dan harus dibatasi |
b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
Tujuan : Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tindakan keperawatan
Intervensi | Rasional |
· Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas · Tingkatkan tirah baring / duduk · Catat adanya respon terhadap aktivitas seperti :takikardi, dispnea, fatique · Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya · Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan kebutuhan · Berikan aktivitas hiburan yang tepat seperti : menonton TV dan mendengarkan radi | · Mengetahui tingkat perkembangan klien dalam melakukan aktivitas · Periode istirahat merupakan tehnik penghematan energi · Respon tersebut menunjukkan peningkatan O2, kelelahan dan kelemahan · Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secar baik sesuai dengan tingkat aktivitas yang ditoleransi · Memenuhi kebutuhan aktivitas klien · Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan meningkatkan koping |
c. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi
Intervensi | Rasional |
· Kaji tanda-tanda infeksi · Ukur TTV setiap 8 jam · Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan · Batasi pengunjung sesuai indikasi · Tempatkan klien pada ruang isolasi sesuai indikasi · Pemberian antibiotik sesuai indikasi | · Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, calor, fungsio laesa) merupakan indicator adanya infeksi · Suhu yang meningkat merupan indicator adanya infeksi · Mencegah timbulnya infeksi silang · Mengurangi pemajanan terhadap patogen infeksi lain · Tehnik isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses infeksi lain · Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial |
d. Resiko cidera b.d kelemahan
Tujuan : Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi
Intervensi | Rasional |
· Ciptakan lingkungan yang protektif / aman · Bantu klien saat ambulansi · Berikan penghalang tempat tidur / tempat tidur dengan posisi yang rendah · Anjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan aktivitas yang sedang · Anjurkan klien untuk diet tinggi protein, kalsium dan vitamin D · Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti sedative. | · Lingkungan yang protektif dapat mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang · Kondisi yang lemah sangat beresiko terjatuh · Menurunkan kemungkinan adanya trauma · Memudahkan proses penyembuhan · Untuk meminimalkan pengurangan massa otot · Dapat meningkatkan istirahat |
e. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit
Tujuan : Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan
Intervensi | Rasional |
· Kaji ulang keadaan kulit klien · Ubah posisi klien tiap 2 jam · Hindari penggunaan plester · Berikan lotion non alergik dan bantalan pada tonjolan tulang dan kulit | · Mengetahui kelaianan / perubahan kulit serta untuk menentukan intervensi selanjutnya · Meminimalkan / mengurangi tekanan yang berlebihan didaerah yang menonjol serta melancarkan sirkulasi · Penggunaan plester dapat menimbulkan iritasi dan luka pada kulit yang rapuh · dapat mengurangi lecet dan iritasi |
D. Evaluasi
a. Kebutuhan volume cairan kembali adekuat.
b. Klien toleransi terhadap aktivitas.
c. Infeksi tidak terjadi.
d. Cedera tidak terjadi.
e. Integritas kulit klien kembali normal.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.17th . Jakarta: EGC.
Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.9th . Jakarta: EGC.
Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th . New Jersey: Prentice Hall, inc.
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar