Senin, 06 Juni 2011

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pre-eklamsia dan eklamsia


Laporan Pendahuluan
Dan Asuhan Keperawatan  Pre-eklamsia dan eklamsia

A. Pengertian
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih  ( Rustam Muctar, 1998 ).
Tidak berbeda dengan definisi Rustam, Manuaba ( 1998) mendefinisikan bahwa preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan. Selain itu, Mansjoer ( 2000 ) mendefinisikan bahwa preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. (Mansjoer, 2000). Menurut kamus saku kedokteran Dorland, Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa preeklampsia  (  toksemia gravidarum ) adalah sekumpulan gejala yang timbul ada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema(penimbunan cairan dalam tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki) dan poteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.

Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
PE-E hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama (nullipara). Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yangberumur lebih dari 35 tahun.

Eklamsia adalah suatu penyakit yang pada umumnya terjadi pada wanita hamil atau nifas dengan tanda-tanda pre eklamsia. (sarwono, 2005).Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan pre eklamsia yang tidak dapt disebabkan oleh hal lain. (Cunningham, 2005). Eklamsia adalah pre eklamsia tang disertai kejang-kejang, kelainan akut pada ibu hamil. (Maimunah, 2005)
Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang atau bahkan pingsan yang berarti sudah terjadi gangguan di otak. Pada tahap inibisa dikatakan penyakit berada pada tahap eklampsia. Pada kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada awalnya mengalami kejang selama 30 detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum akhirnya pingsan selama 10-30 menit.Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma berkepanjangan bisa timbul komplikasi berat. Seperti gagaljantung, gagal ginjal, terganggunya fungsi paru-paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh.

B.  Etiologi
Apa yang menjadi penyebab preeclampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
1.      Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.
2.      Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3.      Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
4.      Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5.      Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma. Penyebab PIH tidak diketahui; namun demikian, penelitian terakhir menemukan suatu organisme yang disebut hydatoxi lualba.
Faktor Risiko :
·         Kehamilan pertama
·         Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
·          Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
·         Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
·         Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan                      tekanan darah tinggi)
·         Kehamilan kembar,
·          
C.  Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan  aliran darah. Perubahan ini menyebabkan  prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis.  Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan  menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.
D.    Manifestasi Klinis
1.   Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2.  Gangguan penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya,                                    pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3. Iritabel a ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
4. Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
5. Gangguan pernafasan sampai cyanosis
6. Terjadi gangguan kesadaran

E.     Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
a.        Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
·         Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
·         Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.
·         Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
b.       Preeklampsia Berat
·          Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
·         Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
·         Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
·         Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
·         Terdapat edema paru dan sianosis.
F.   Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
  • Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria
  • Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium; gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
  • Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
  • Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
G. Pemeriksaan Penunjang
     a.  Pemeriksaan Laboratorium
          1. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
  • Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
  • Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
  • Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2.      Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3.      Pemeriksaan Fungsi hati
  • Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
  • LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
  • Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
  • Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
  • Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
    • Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4.      Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b.      Radiologi
        a.  Ultrasonografi
             Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat,                aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b.   Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
H. Komplikasi
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara lain:
a.        Pada Ibu
  • Eklapmsia
  • Solusio plasenta
  • Pendarahan subkapsula hepar
  • Kelainan pembekuan darah ( DIC )
  • Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count )
  • Ablasio retina
  • Gagal jantung hingga syok dan kematian.
b.      Pada Janin
  • Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
  • Prematur
  • Asfiksia neonatorum
  • Kematian dalam uterus
  • Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
I. Penatalaksanaan 
   1. Penatalaksanaan Pre-eklamsia
a. Penatalaksanaan pre-eklampsia ringan
  1. Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
  2. Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).
  3. Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8 jam pada malam hari)
  4. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
  5. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
  6. Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi : metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
  7. Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu
  8. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
  9. Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi.
10.  Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
11.  Pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
12.  Persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala ii.
b. Penatalaksanaan pre-eklampsia berat
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.  Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip : Tetap PEMANTAUAN JANIN dengan klinis, USG, kardiotokografi !!!
2.   Penatalaksanaan Eklamsia
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas, yang ditandai dengan timbulnya kejang dan / atau koma. Sebelumnya wanita hamil itu menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang dipastikan BUKAN timbul akibat kelainan neurologik lain). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre-eklampsia disertai kejang dan atau koma.
Tujuan pengobatan : menghentikan / mencegah kejang, mempertahankan fungsi organ vital, koreksi hipoksia / asidosis, kendalikan tekanan darah sampai batas aman, pengakhiran kehamilan, serta mencegah / mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.
Sikap obstetrik : mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu. Pengobatan medisinal : sama seperti pada pre-eklampsia berat. Dosis MgSO4 dapat ditambah 2 g intravena bila timbul kejang lagi, diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan ini hanya diberikan satu kali saja. Jika masih kejang, diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB intravena perlahan-lahan. JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !! Perawatan pada serangan kejang : dirawat di kamar isolasi dengan penerangan cukup, masukkan sudip lidah ke dalam mulut penderita, daerah orofaring dihisap. Fiksasi badan pada tempat tidur secukupnya.














Asuhan Keperawatan
Pre-eklamsia Dan Eklamsia
A. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :
a.       Data subyektif :
-          Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
-          Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
-          Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
-          Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
-          Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
-          Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.

b.      Data Obyektif :
               -          Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
               -          Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
               -          Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
-          Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks+)
               -          Pemeriksaan penunjang :
·         Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
·         Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
·         Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
·         Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
·         USG ; untuk mengetahui keadaan janin
·         NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B.   Diagnosa Keperawatan
  1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
  2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
  3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put
  4. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
  5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi
  6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann  ekspansi paru.
C.     Rencana Keperawatan

1.   Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah:
Tujuan     : Perfusi jaringan otak adekuat danTercapai secara optimal.
           Intervensi:
·         Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu ( cemas  bingung, letargi, pingsan )
·         Obsevasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab, cacat kekuatan nadi perifer.
·         Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
·         Dorong latihan kaki aktif / pasif
·         Pantau pernafasan
·         Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, muntah/  mual, distaensi abdomen, kontipasi
·         Pantau masukan dan perubahan keluaran
2.   Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi 
     kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan: Gawat janin tidak terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai  Umur 37 minggu dan atau          BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
·      Anjurkan penderita untuk tidur  miring ke kiri
·      Anjurkan pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan   masa kehamilan:
- 1 x/bln pada trisemester I
-2 x/bln pada trisemester II
- 1 x/minggu pada trisemester III
·      Pantau DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janin setiap hari
·      Motivasi pasien untuk meningkatkan fase istirahat
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan    : Kelebihan volume cairan teratasi.
Intervensi:
·            Auskultasi bunyi nafas akan adanya krekels.
·            Catat adanya DVJ, adanya edema dependen
·            Ukur masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
·            Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
·            Berikan diet rendah natrium atau garam.
·            Delegatif pemberian di

4.   Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
Tujuan     : ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
·         Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakn termometer berikut : nadi 20/m diatas frekuensi nadi istirahat, catat peningkatan tekanan darah, Dispenia, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsang.
·         Tingakat istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri atau respon hemodinamik, berikan aktifitas senggang yang taidak berat.
·            Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contao ; penurunan kelemahan dan kelelahan, tekanan darah stabil, peningkatan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
·         Dorong memjukan aktifitas atau toleransi perawatan diri.
·            Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasienn.
·         Anjurakan pasiien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.
·            Jelasakn pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh : posisi duduk diatas tempat tidur bila tidak ada pusing dan nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
       
5.   Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi
Tujuan     : Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat. 
Intervensi:
·         Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
·         Mempertahankan kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang salah )
·         Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
·         Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan partisipasi bila mungkin.
·         Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang konsisten, ulangi bila perlu.
·         Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam perawatan.

6.   Pola nafas tidak efektif b/d penurunann  ekspansi paru.
Tujuan     : Pola nafas yang efektif. 
Intervensi:
·Pantau tingkat pernafasan dan suara nafas.
·Atur posisi fowler atau semi fowler.
·Sediakan perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
·Berikan obat sesuai petunjuk.
·Sediakan oksigen tambahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar