1. Pengertian
Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodik spasme otot-otot polos dalam dinding saluran bronkhial (spasme bronkus). Spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas sehingga membuat pernafasan menjadi sulit dan menimbulkan bunyi mengi (Asih & Effendy, 2004).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu, asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi ( Brunner & Suddarth, 2002).
Asma didefinisikan sebagai penurunan fungsi paru dan hiperresponsitas jalan nafas terhadap berbagai ransang, karakteristik meliputi bronkospasme, hipersekresi mukosa dan perubahan inflamasi jalan nafas (Campbell & Haggerty dalam Carpenito, 1999).
Asma bronhkial adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas karena edema mukosa, status asmatikus adalah suatu serangan asma yang berat yang berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari yang tidak memberi perbaikan dengan pengobatan yang lazim digunakan.
2. Etiologi
Asma sering dicirikan sebagai alergik, idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu:
a) Asma Alergik
Asma alergik disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (mis: serbuk sari, binatang, amarah, dan jamur) kebanyakan alergen terdapat diudara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis alergik. Pejanan terhadap alergen mencetus asma.
b) Asma Idiopatik atau Non alergik
Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen spesifik. Faktor-faktor, seperti comman cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan polutan lingkungan yang dapat mencetuskan rangsangan.
Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens anti inflamsi non steroid lainnya, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik dan agens sulfit (pengawet makanan) juga menjadi faktor.
Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
c) Asma Gabungan
Asma gabungan adalah asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
3. Patofisiologi
Patofisiologi asma tampaknya melibatkan suatu hiperresponsivitas reaksi peradangan. Pada respons alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen dan menyebabkan granulasi sel mast. Akibat granulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan kontriksi otot polos bronkiolus. Apabila respons histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga meransang pembentukan mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakkan ruang intestisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respons IgE yang sensitif berlebihan terhadap suatu alergen atau sel-sel mast nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respons peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema, dan obstruksi aliran udara. Apakah kejadian pencetus dari suatu serangan asma adalah infeksi virus, debu, atau iritan alergi, reaksi peradangan hipersensitif dapat mencetuskan suatu serangan. Olah raga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat pelembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan serangan asma.
4. Tanda dan Gejala
Tiga gejala utama asma dalah batuk, dispnea dan mengi, pada beberapa keadaan batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asama biasanya seringkali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sikardian yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak didalam dada disertai dengan perasaan lembab, mengi, dan lobarius. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang di banding iinspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernafasan.
Sianosis sekunder terhadap hipoksia berat dan gejala-gejala retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi. Serangan asma dapat berlansung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
Tanda dan Gejala :
v Sesak nafas yang berat
v Batuk
v Sputum yang banyak dan sukar dikeluarkan
v Gelisah
v Bernafas dengan menggunakan otot bantu pernafasan
v Frekuensi nadi meninglkat
v Cyanosis sentral
v Wheezing
5. Manifestasi Klinis
Ø Retraksi dinding dada
Ø Nafas cuping hidung
Ø Peningkatan jelas usaha bernafas
Ø Wheezing
Ø Pernafasan yang dangkal dan cepat
Ø Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mukus memperlambab ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara menjadi lebih lama.
6. Pertimbangan Gerontologis
Pada lansia terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ yang bersangkutan.
1. Perubahan anatomik sistem pernafasan
a) Dinding dada; tulang- tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume dada mengecil
b) Saluran nafas; akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami perkapuran
c) Otot-otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi
d) Struktur jaringan parenkim paru; bronkiolus, duktus alveolaris, dan alveolus membesar secara progresif, terjadi emfisiema senilis
2. Perubahan-perubahan fisiologik sistem pernafasan
a) Gerak pernafasan; adanya perubahan bentuk, ukuran dada, ataupun volume rongga dada akan merubah pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal, timbul keluhan sesak nafas.
b) Distribusi gas; perubahan struktur anatomik saluran nafas akan menimbulkan penumpukan udara dalam alveolus (air tiapping) ataupun gangguan pendistribusian udara nafas dalam cabang-cabang bronkus.
c) Volume dan kapasitas paru menurun, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kelemahan otot nafas, elastisitas jaringan paru menurun, resistensi saluran nafas (menurun sedikit).
d) Gangguan transport gas
Pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap yang menyebabkan terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Penurunan pengambilan O2 maksimal disebabkan antara lain karena berbagai perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas dan karena berkurangnya curah jantung.
e) Gangguan perubahan ventilasi paru
Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru akibatnya adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoresptor sentral maupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap ransangan berupa penurunan PoO2, peningkatan PoCO2, perubahan PH darah arteri dan sebagainya.
7. Patoflow
Faktor ekstrinsik Faktor instrinsik
(serbuk sari, asap rokok, makanan, dll) (emosi, suhu, genetik, obat, dll)
Masuk zat iritan kedalam tubuh hipersekresi mukus Batuk
Hiperaktif bronkus imobilisasi sekret tersumbat obstruksi jalan
nafas
stimulasi pada sel β limposit saluran udara menyempit
sel plasma memproduksi peningkatan CO2 dalam jalan nafas
antibodi IgE bronkus inefektif
granulasi sel-sel mast basofil gangguan pertukaran gas gangguan rasa
nyaman
histamin, bradikinin, prostagladin peningkatan kerja jantung
anafilaksis
hipermetabolisme tubuh Perubahan pola
kontraksi otot polos bronkhial tidur
permeabilitas kapiler kelelahan
broncospasme Intoleransi aktifitas bersihan jalan nafas
tidak efektif
odema bronkus
mual/muntah
tertrasi otot2 sternal dispnea (sesak nafas)
& otot2 perut Resti nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
ekspirasi memanjang mengi (whezing)
Pola nafas inefektif takikardia RDS (Respiratory Distress Syndrome)
hipoksia Menurunnya perfusi jaringan
8. Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme brokiolus berkepanjangan yang mengancam nyama yang tidak dapat dipulihkan oleh pengobatan. Pada keadaan ini, kerja pernafasan sangat meningkat. Appabila kerja pernafasan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Karena individu yang mengalami serangan asma tidak memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, maka jelas ia semangkin tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernafas melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental.
Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya tekanan untuk melawan ventilasi. Apabila individu kelelahan, maka dapat terjadi asidosis respiratorik, kegagalan pernafasn, dan kematian.
9. Diagnosis
1. Perangkat Diagnosis
a) Analisa gas darah mungkin memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri, dan mula-mula alkalosis respiratorik karena karbon dioksida dikeluarkan bersama pernafasan yang cepat. Apabila keadaan menetap atau memburuk, maka dapat terjadi asidosis respiratorik akibat status asmatikus
b) Volume akspirasi maksimum dan keepatan maksimum ekspirasi menurun
c) Di antara serangan asma, individu biasanya asimtomatik. Namun, sebagian perubahan samar pada uji fungsi paru dapat dideteksi pada keadaan tampa serangan
2. Pemeriksaan Diagnosis
a) Ronsen dada: Temuan normal selama periode remisi
b) Uji fungsi paru: Dilakukan untuk menentukan apakah abnormalitas fungsi bersifat obstruktif atau reatriktif; untuk memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis. Bronkhodilator. Pemeriksaan fungsi pulmonari saat aktivitas juga mungkin dilakukan untuk mengevaluasi toleransi terhadap aktivitas pada mereka yang diketahui penyakit pulmonari proregsif
c) TLC: Kadang meningkat
d) Kapasitas respirasi: Meningkat
e) Volume residual: Meningkat
f) FEV/FVC: Rasio volume ekspiratori kuat terhadap kapasitas vital kuat menurun
g) AGD: PaO2 menurun, PaCO2 menurun, Ph sedang
h) HSD dan hitung banding: Eosinofil meningkat
i) Sputum: Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengindentifikasi patogen, pemeriksaan sitologik untuk menyingkirkan malignansi yang mendasar atau gangguan alergik
j) EKG: Penyimpangan aksis kanan, gelompang P memunak
10. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan asma yang paling berhasil adalah (1) menyingkirkan agens penyebab dan, (2) edukasi (penyuluhan) kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala kambuhan, cegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien mencapai relakasi bronkhial dengan cepat, progresif dan berkelanjutan
Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah proses fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersama preparat inhalasi ß2- Adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih dalam kedalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang berkaitan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi steroid akan menjadi berguna.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ASMA BRONKHIAL
1. Pengkajian
a) Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas
Tidak kemampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi tinggi.
Dipnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia
Kelemahan umum / kehilangan massa otot
b) Sirkulasi
Gejala : Pembengkaan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD, distensi vena leher (penyakit berat), edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
Bunyi jantung redup, warna kulit/membran mukosa tidak normal atau abu-abu/sianosis pucat dapat menunjukan anemia
c) Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor risiko,perubahan pola tidur
Tanda : Anoreksia, ketakutan, peka ransang
d) Makanan / Cairan
Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia
Ketidak mampuan untuk makan karena distress pernafasan
Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkat berat badan, menunjukkan edema (bronkitis)
Tanda : Tugor kulit buruk, edema dependen, berkeringat
Penurunan berat badan, penurunan massa otot / lemak subkutan (emfisema)
Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronkitis)
e) Hiegene
Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan
f) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulang, sulit nafas, rasa dada tertekan, ketidak mampuan untuk bernafas
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahunnya minimal 2 tahun. Produksi sputum dapat banyak sekali
Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif
Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia / iritan pernafasan dalam jangka panjang atau debu / asap
Faktor keturunan dan keluarga; mis: defesiensi alfa-antitripsin (emfisema)
Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda : Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dan mendengkur, nafas bibir (emfisema)
Penggunaan alat bantu pernafasan, mis: meninggikan bahu, retra fosa supraklafikula, melebarkan hidung
Bunyi nafas; mungkin redup dengan ekspirasi mengi, menyebar, lembut atau brekels, lembab kasar (bronkitis); rongki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan memungkinkan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak ada bunyi nafas (asma)
Perkusi; hiperesonan pada area paru, bunyi pekak pada area paru
Warna; pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu-abu keseluruhan, warna merah kritis kronis
g) Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat / faktor lingkungan
Adanya / berulang infeksi
Kemerahan ? berkeringat (asma)
h) Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
i) Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung
Kegagalan dukungan diri / terhadap pasangan / orang terdekat
Penyakit lama atau ketidak mampuan membaik
Tanda : Ketidak mampuan untuk membuat / mempertahankan suara karena distress pernafasan
Kedalam hubungan dengan anggota keluarga
2. Diagnosa Keperawatan, Intervensi, dan Rasional
a) Ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi / kelemahan
Hasil yang diharapkan :
§ Pernafasan kembali efektif antara inspirasi dengan ekspirasi
§ Produksi sputum menurun/hilang
§ Jalan nafas kembali normal/tidak ada menunjukkan adanya sputum dan bronkospasme
INTERVENSI | RASIONAL |
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis: mengi, krekels, ronki Keji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis: peninggian kepala tempat tidur atau duduk pada sandaran tempat tidur Pertahankan posisi lingkungan minimun, mis: debu, asap dan bulu bantal berhubungan dengan kondisi individu Berikan oksigen lembab, cairan IV, berikan kelembaban ruangan yang tepat | Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan onstruksi jalan nafas dan dapat / tidak dapat dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisus, bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi atau tidak ada bunyi nafas Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress / adanya proses infeksi Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut Kelembaban menghilangkan dan memobilisasi sekret dan meningkatkan transpor oksigen |
b) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli
Hasil yang diharapkan :
§ Kebutuhan oksigen dapat terpenuhi
§ Gangguan pertukaran gas dapat diatasi dengan terjadinya keseimbangan antara suplai oksigen dan pengeluaran karbon dioksida
§ Sesak nafas yang diderita klien berkurang/kembali normal
INTERVENSI | RASIONAL |
Kaji status pernafasann dengan sering, catat peningkatan frekuensi / upaya pernafasan atau perubahan pola nafas Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot eksesoris, nafas bibir dan ketidak mampuan bicara / berbincang Dorong mengeluarkan sputum; pengisapan bila di indikasikan Awasi tingkat kesadaran / status mental selidiki adanya perubahan | Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan upaya pernafasan dapat menunjukkan derajat hipoksimea Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas Kental, tebal dan banyaknya sekret adalah sumber utama gangguan pertukaran gas. Jalan nafas kecil, pengisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif Gelisah dan ansietas adalah manifestasi utama pada hipoksia – GDA memburuk disertai bingung / samnolen menunjukan disfungsi serebral tang berhubungan dengan hipoksemia |
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual / muntah
Hasil yang diharapkan :
§ Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan klien
§ Mual/muntah berkurang/hilang
§ Nafsu makan klien meningkat
INTERVENSI | RASIONAL |
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makanan evaluasi berat badan Auskultasi bunyi usus Berikan perawatan oral sering, buang sekret, beri waktu khusus Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin Timbang berat badan sesuai indikasi | Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat Penurunan / hipoaktif bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi Rasa tidak enak, bau, dan penampilan adalah pencegahan utama terhadap nafsu makan dan dapat mual / muntah dengan kesulitan bernafas Suhu ekstrem dapat mencetuskan/ meningkatkan spasme batuk Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori menyusun tujuan berat badan dan evalusi |
DAFTAR PUSTAKA
- Asih & Effendy,(2004), KMB-Klien dengan gangguan sistem pernafasan, Jakarta
EGC
- Brunner & Suddarth,(2002), Buku ajar keperawatan medikal bedah, Jakarta, EGC
- Carpenito,(1999), Rencana asuhan & Dokumentasi keperawatan, Jakatra, EGC
- Corwin.J.E,(2007), Buku saku patofisiologi, Jakarta, EGC
- Soeparman,(1993), Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI
- Stanley,(2007), Buku ajar keperawatn gerontik, Jakarta, EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar