Jumat, 07 Oktober 2011

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Pneumothoraks

Asuhan Keperawatan Pesien dengan Pneumothoraks
Konsep Dasar
A.   Pengertian
Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleural antara pleura parietal dan viseral.
Pneumothoraks terjadi jika udara merembes ke dalam rongga dada di sekeliling paru paru (rongga pleura), dimana bisa terjadi penekanan terhadap paru-paru. Kolaps sebagian pada paru-paru bisa tidak menimbulkan gejala dan tidak memerlukan pengobatan. Tetapi jika paru-paru yang kolaps sangat tertekan, bisa berakibat fatal, terutama pada bayi yang menderita penyakit paru barat. Udara yang terperangkap bisa menyebabkan kesulitan bernapas dan mengganggu peredaran darah di rongga dada. Pada keadaan ini, udara di sekeliling paru-paru harus segera dikeluarkan dengan bantuan sebuah jarum atau selang.
B.   Epidemologi
Pneumothotaks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering dari pada perempuan. Pneumothoraks sering dijumpai pada musim penyakit batuk.
C.   Klasifikasi

·         Berdasarkan terjadinya yaitu artificial, traumatic dan spontan.
·         Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis
·         Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.
·         Berdasarkan jenis  fistel.

1.       Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan - 2 inspirasi).




2.       Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan - 12 inspirasi).

3.       Pneumotoraks ventil
Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.

D.   Etiologi

1.      Pneumothoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumothoraks spsontan primer terjadi pada penderita yang tidak ditemuka panyekit paru-paru. Pneumothoraks ini diduga disebabkan oleh pech nya kantung kecil berisi udara dalam paru-paru yang disebut bleb atau buila. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi kurus, usia 20-40 tahun. Factor predisposisinya adalah merokok dan riwayat keluarga denganriwayat penyakit yang sama. Pneumothoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru.


2.      Pneumothoraks traumatic
Terjadi akibat cidera traumatic pada dada biasanya bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan bermotor). Pneumothoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu(misal torakosentesis).

3.      Pneumothoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapat tekanan berlebiha sehingga paru-paru menjadi kolaps. Tekanan berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjisi syok.




E.   Patofisiologi
Faktor resiko / penyebab :
1.      Trauma dada karna luka tusuk benda tajam yang menyebab luka dada terbuka.
2.      Trauma dada karena benturan benda tumpul yang menekan rongga dada.
3.      Komplikasi prosedur biopsy aspirasi paru, fungsi pleura paru.
4.      Penyebab spontan. Penyakit asma, kondisi-kondisi yang menyebabka inflamasi pleura, peningkatan tekanan kapiler subpleura, penyakit pulmonary, obsruksi kronik.

Faktor Resiko / Penyebab

Terjadi akumulasi udara dirongga pleura


1.      System pernapasan                            2. Sistemik                                 3.psikologi
terjadi robekan atau                              -terjadi peradangan                  -ansietas
pecahnya pleura.                                   -terjadi hipertemi                     -gangguan
                                                                                                                 pola tidur
Masalah yang muncul:                                                                                    
-ketidakefektifan pola
  napas
-gangguan pertukaran gas
-gangguan perfusi jaringan.

Normal tekanan negatif pada ruang pleura adalah -10 s/d -12 mmHg. Fungsinya membantu pengembangan paru selama ventilasi. Pada waktu inspirasi tekanan intra pleura lebih negatif daripada tekanan intra bronchial, maka paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks sehingga udara dari luar dimana tekanannya nol (0) akan masuk bronchus sampai ke alveoli.
Pada waktu ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus ataupun di bronchus sehingga udara ditekan keluar melalui bronchus.Tekanan intra bronchial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intra bronchial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk,bersin, atau mengejan, pada keadaan ini glottis tertutup. Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah maka akan pecah atau terobek..Pneumotoraks terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus.
Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bula di dekat suatu daerah proses non spesifik atau granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab yang sering terjadi pneumotoraks, dimana bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema.Penyebab tersering adalah valve mekanisme di distal dari bronchial yang ada keradangan atau jaringan parut. Secara singkat penyebab terjadinya pneumotorak menurut pendapat “MACKLIN“ adalah sebagai berikut :
Alveoli disanggah oleh kapiler yang lemah dan mudah robek, udara masuk ke arah jaringan peribronchovaskuler apabila alveoli itu menjadi lebar dan tekanan didalam alveoli meningkat. Apabila gerakan napas yang kuat, infeksi, dan obstruksi endobronchial merupakan fakltor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyakan jaringan fibrosis di peribronchovaskuler kearah hilus, masuk mediastinum dan menyebabkan pneumotoraks atau pneumomediastinum.
F.    Gejala klinis
·         Keluhan : timbulnya mendadak, biasanya setelah mengangkat barang berat, habis batuk keras,    kencing yang mengejan, penderita menjadi sesak yang makin lama makin berat.
·         Keluhan utama : sesak, napas berat, bias disertai batuk-batuk. Nyeri dada dirasakan pada sisi sakit, terasanya berat (kemeng), terasa tertekan, terasa lebih nyeri  pada gerakan respirasi. Sesak ringsn sampai berat, napas tertinggal, senggal pendek-pendek. Tanpa atau dengan cyanosis. Tampak sakit ringan sampai berat, lemah sampai shock, berkeringat dingin.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung dari keadaan pneumotoraksnya :
Tertutup dan terbuka biasanya tidak berat, ventil ringan tekanan positif tinggi biasanya berat dan selain itu tergantung juga keadaan paru yang lain dan ada atau tidaknya obstruksi jalan napas.
G.  Komplikasi
Atelektasis, ARDs, infeksi, edema pulmonary, emboli paru, efusi pleura, empyema, emfisema, penebalan pleura.
         
H.  Pemeriksaan diagnostic
X Foto dada :
a.       Pada foto dada PA terlihat pinggir paru yang kolaps berupa garis.
b.       Mediastinal shift dapat dilihat pada foto PA atau fluoroskopi pada saat penderita inspirasi atau ekspirasi.

I. Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.

2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
    Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan                  perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
- Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.

d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
? Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
? Latihan napas dalam.
? Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
? Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
? Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
? Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.

















ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN PNEUMOTHORAKS
1. Pengkajian
a)      Aktifitas / Istirahat
Gejala           :  Dispnea dengan aktivitas maupun istirahat.
b)     Sirkulasi
Tanda              : Takikardi
                           Frekuensi tidak teratur / dtsritmia
                           TD: Hipertensi/Hipotensi
c)      Integritas ego
Tanda           :  Ketakutan, gelisah
d)     Makanan / Cairan
Tanda           :  Adanya pemasanga IV vena sentral /infuse tekanan
e)      Nyeri/Kenyamanan
Gejala           :  Nyeri dada unilateral, meningkat karna pernapasan, batuk
                        Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan
                        Tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen(effuse pleura)
Tanda           :  Berhati-hati pada ara yang sakit
                        Perilaku distraksi
                        Mengkerutkan kening
f)       Pernafasan
Gejala           :  Kesulitan bernafas, lapatr napas
                        Batuk
                        Riwayat bedah dada/tarauma: penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru(empisema/effuse), penyakit interstisial menyebar(sarkoidosis), keganasan( mis. Obstruksi tumor)
                        Pneumothoraks spontan sebelumnya : ruptur empisemtous bula spontan, bleb subpleural(PPOM)
Tanda           : Pernapasan : Peningkatan frekuensi/ takipnea
                        Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher: rekraksi interkostal, ekspirasi abdominal kua
                        Bunyi napas menurun atau tak ada
                        Fremtus menurun
                        Perkusi dada : Hiperresonan di atas area dada terisi udara (pnumothoraks), bunyi pekak diatas area dada yang terisi cairan(hematoraks)
                        Observasi dan palpasi dada: gerakan dada tidak sama(paradoksis) bila trauma atau kempes, penurunan pengembanan toraks(area yang sakit)
                        Kulit: sianisis, berkeringat, kreatipikasi subkutan(udara pada jaringan dengan palpasi)
                        Mental : ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
                        Penggunaan vebtilasi mekanik tekanan positif/terapi PEET
Keamanan
Gejala           :  Adanya trauma dada
                        Radiasi / kemoterapi untuk keganasan
2. Diagnosa Keperawatan
1.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan  kekolapsan paru, pergeseran     mediastinum.
2.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD
3.      Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat
4.      Gangguan  mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
5.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan  keterbatasan informasi terhadap  prosedur tindakan WSD.
3. Intervensi dan Rasional
1.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan  kekolapsan paru, pergeseran     mediastinum.
Tujuan: Klien memiliki pertukaran gas yang optimal selama terpasang WSD,


Kriteria Hasil:
·         klien memiliki tanda–tanda vital RR 12 – 20 X/menit, suhu 363 – 37 3 0C, nadi 80 – 100 kali/ menit,
·         keutuhanWSD terjaga,
·         aliran (udara/cairan) lancar,
·         selang tidak ada obstruksi dan tidak terjadi sianosis pada klien.

No
Intervensi
Rasional
1.
 Berikan pengertian tentang prosedur tindakan WSD, kelancaran dan akibatnya.

WSD yang obstruksi akan selalu terkontrol karena klien dan keluarga kooperatif.

2.
Periksa WSD lokasi insersi, selang drainage dan botol.
Adanya kloting merupakan tanda penyumbatan WSD yang berakibat paru kolaps.
3.
Observasi tanda – tanda vital
Hipertemi, takikardi, takipnea merupakan tanda – tanda ketidakoptimalan fungsi paru.
4.
Observasi analisa blood gas.
Ketidaknormalan ABG menunjukan adanya gangguan pernapasan.
5.
Kaji karakteristik suara pernapasan, sianosis terutama selama fase akut
Adanya ronchi, rales dan sianosis merupakan tanda –tanda ketidakefektifan fungsi pernapasan

2.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD

Tujuan: Klien bebas dari infeksi pada lokasi insersi selama pemasangan WSD

Kriteria Hasil:
·         Bebas dari tanda–tanda infeksi : tidak ada kemerahan, purulent, panas, dan nyeri yang meningkat serta fungsiolisa.
·         Tanda – tanda vital dalam batas normal.

No
Intervensi
Rasional
1.
Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD

Perawatan mandiri seperti menjaga luka dari hal yang septic tercipta bila klien memiliki pengertian yang optimal

2.
Kaji tanda – tanda infeksi
Hipertemi, kemerahan, purulent, menunjukan indikasi infeksi.
3.
Monitor reukosit dan LED

Leukositosis dan LED yang meningkat menunjukan indikasi infeksi.
4.
 Dorongan untuk nutrisi yang optimal
Mempertahankan status nutrisi serta mendukung system immune
5.
 Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic
Perawatan luka yang tidak benar akan menimbulkan pertumbuhan mikroorganisme
6.
Bila perlu berikan antibiotik sesuai advis.
Mencegah atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme
3.      Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat.

Tujuan: Klien mempertahankan keseimbangan cairan selama prosedur tindakan WSD

Kriteria Hasil:

·         Kriteria Hasil: memiliki drainage output yang optimal
·         turgor kulit spontan
·         tanda–tanda vital dalam batas normal
·         mempertahankan Hb
·         hematokrit dan elektrolit dalam batas normal
·         Orientasi adekuat dan klien dapat beristirahat dengan nyaman.


No
Intervensi
Rasional
1.
Catat drainage output setiap jam sampai delapan jam kemudian 4 – 8 jam


40 – 100 ml cairan sangonius pada jam 8 post op adalah normal, tetapi kalau ada peningkatan mungkin menunjukan indikasi perdarahan.

2.
Observasi tanda–tanda defisit volume cairan
Hipotensi, takikardi, takipnea, penurunan kesadaran, pucat diaporosis, gelisah merupakan tanda–tanda perdarahan yang mengarah defisit volume cairan.

3.
Berikan intake yang optimal bila perlu melalui parenteral
Intake yang optimal akan kebutuhan cairan tubuh. Cairan parenteral merupakan suplemen tambahan.


4.      Gangguan mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
Tujuan: Klien memiliki mobilitas fisik yang adekuat selama pemasangan WSD
Kritera Hasil:
·          Klien merasakan nyeri berkurang selama bernafas dan bergerak
·         klien memiliki range of motion optimal sesuai dengan kemampuannya
·         mobilitas fisik sehari – hari terpenuhi.

No
Intervensi
Rasional
1.
Kaji ROM pada ekstrimitas atas tempat insersi WSD
Mengetahui tangda – tanda awal terjadinya kontraktur, sehingga bias dibatasi.

2.
Kaji tingkat nyeri dan pemenuhan aktifitas sehari – hari

Nyeri yang meningkat akan membatasi pergerakan sehingga mobilitas fisik sehari –hari mengalami gangguan.
3.
Dorong exercise ROM aktiif atau pasif ada lengan dan bahu dekat tempat insersi.
Mencegah stasis vena dan kelemahan otot

4.
Dorong klien untuk exercise ekstrimitas bawah dan bantu ambulansi
Mencegah stiffness dan kontraktur dari kurangnya pemakaian lengan dan bahu dekat tempat insersi

5.
Berikan tindakan distraksi dan relaksasi
Distraksi dan relaksasi berfungsi memberikan kenyamanan untuk beraktifitas sehari – hari

5.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi terhadap prosedur tindakan WSD.

Tujuan: Klien mampu memverbalkan pengertian tentang prosedur tindakan WSD sesuai kemampuan dan bahasa yang dimiliki

Kriteria Hasil:
·         Klien mampu memverbalkan alasan tindakan WSD
·         mampu mendemonstrasikan perawatan WSD minimal
·         mampu kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.




No
Intervensi
Rasional
1.
1. Kaji keadaan fisik dan emosional klien saat akan dilakukan tindakan health education (penyuluhan)

Kondisi fisik tidak nyaman dan ketidak siapan mental merupakan factor utama adanya halangan penyampaian informasi.

2.
2. Berikan pengertian tentang prosedur tindakan WSD
Pengertian membawa perubahan pengetahuan, sikapdan psikomator.
3.
3. Demonstrasikan perawatan WSD i depan klien dan keluarganya
Demonstrasi merupakan suatu metode yang tepat dalam penyampaian suatu informasi sehingga mudah di pahami.













DAFTAR PUSTAKA

-          Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto.

-          Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta.

-          Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Suharyati S, volume 1, EGC,  Jakarta

-          Tucker, Martin dkk, (1999), Standar Perawatan Pasient,alih bahasa Yasmin Aih dkk, volume 4, edisi V, EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar